Ilustrasi saja: Ini gambar kelas ketika saya mengisi pelatihan ke guru-guru |
Ketika saya baru saja menutup pelajaran dengan doa, seorang siswa buru-buru mendekat. Ia berjalan dengan langkah yang besar-besar. Senyumnya mengembang, menggamit tangan saya dan menciumnya khidmat sambil berkata:
"Ustad, pelajaran Matematika siang ini nggak kerasa banget. Tahu-tahu udah selesai aja!"
Saya mengusap bahunya penuh hangat dan menjawab, "Alhamdulillah kalau begitu. Kamu suka?"
Ia mengangguk, masih dengan simpul bibir yang indah sekali dipandang.
"...dan tumben-tumbenan saya tidak mengantuk sepanjang pelajaran," katanya lagi. Kali ini, ia meringis nakal.
Saya membalas kalimat jujurnya barusan dengan tawa ringan. Ada bahagia yang dalam di rongga dada saya. Karena apa? Tentu saja disebabkan hal kecil barusan: ada siswa yang biasanya mengantuk dan jarang memperhatikan, eh tadi siang malah senang bukan alang kepalang.
Apa sih yang menyebabkan ia bisa demikian senang?
Tidak muluk-muluk sebenarnya. Saya hanya menggunakan kemampuan saya bercerita saja.
Jadi...
...ketika saya baru masuk ke kelas dan mendapati hampir semua siswa mengantuk mungkin karena tadi mereka berpuasa dan suhu di siang hari agak panas, maka saya tidak langsung memulai pelajaran.
Tidak baik memulai pembahasan dengan kondisi siswa demikian. Apalagi ini pelajaran Matematika, di jam terakhir pula!
Saya justru menutup rencana pembelajaran yang sudah saya buat beberapa jenak, sedikit memutar otak, dan mencari cara agar mereka bisa lebih on dan bisa diajak belajar.
Aha! Kenapa tidak dimulai dengan bercerita saja!
Ide itu muncul karena saya tetiba teringat pada seorang teman yang pernah memuji dengan ketulusan, "Salah satu kelebihan Bang Syaiha adalah, mampu bercerita dengan suara yang meyakinkan dan membuat orang mudah percaya. Jadi, kembangkan dengan baik kemampuan ini, Bang!"
Maka mulailah saya berkisah, tentang cerita rakyat dari Afrika. Tentang kijang dan singa yang harus bangun pagi-pagi sekali. Tidak boleh kesiangan. Sesaat setelah bangun, kijang dan singa harus segera berlari, sesegera mungkin dan sekencang-kencangnya.
Karena apa?
Inilah jawabannya... kijang melakukan hal demikian agar tidak tertangkap singa. Sedangkan singa, mengerjakan itu semua agar bisa memangsa kijang.
Keduanya harus segera bangun, tidak malas-malasan, dan harus bekerja keras mengeluarkan segala daya dan kemampuan.
Anak-anak mendengarkan dengan antusiasme yang tinggi ketika saya mengungkapkan kisah ini.
Melihat hal demikian, saya justru semakin semangat menyelesaikan dan menarik sebuah kesimpulan, "Bahwa kita semua punya mimpi dan harapan. Kita semua bahkan seperti kijang dan singa tadi, saling berkejar-kejaran menggapai harapan yang sudah ditetapkan."
"Orang yang bermalas-malasan, jelas akan ketinggalan dan tidak diperhitungkan jaman. Hidup, menjadi besar dan dewasa, menua, lalu mati. Dikuburkan dan kemudian dilupakan. Orang-orang seperti ini menjadi manusia yang tidak penting sekali. Kepergiannya tidak ditangisi, tidak disesali."
"Sedangkan kita semua, tentu tidak ingin demikian. Kita harus menjadi besar dan mampu menebar manfaat ke sebanyak-banyaknya orang. Jadilah inisiator kebaikan di tempat tinggal dan dimana saja kita berada. Jadilah bermanfaat."
Sesimpel itulah...
Yang saya lakukan hanya kecil saja sebenarnya, bercerita di awal pembelajaran. Tidak lebih.
Tapi hasilnya, tanpa pernah saya duga, mampu memberikan semangat dan motivasi yang tinggi. Hingga siswa yang selama ini tidak bergairah belajar sekalipun, dengan jujur mengucapkan terimakasih dan bilang ia senang.
Saya lalu menjadi riang.
Semoga hal demikian bisa saya pertahankan.