Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP

Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Benny Wenda saat sedang sedang dalam penjara di LP Abepura (kiri) dan saat naik sidang (kanan).
Oleh: Ibrahim Peyon)*

Pengantar

Judul ini diambil dari sebuah buku kecil yang saya tulis tahun 2013 dan buku itu belum diterbitan, karena terkendala dengan biaya percetakan. Sedikit ditambah di bagian akhir dari judul ini sesuai dengan konteks saat ini. Dalam tulisan ini digambarkan perjuangan tuan Benny Wenda dan pandangan-pandangannya untuk membebaskan bangsa Papua. Tulisan ini diringkas dari draff buku tersebut dan ditulis dalam konteks menulis sejarah sendiri seperti diajarkan Dr. Benny Giay dan Dr. Sofyan S. Yoman. Saya pikir, selain buku-buku biografi tokoh-tokoh Papua dalam politik dan birokrasi Indonesia yang sudah banyak ditulis di Papua itu, kita perlu menulis sejarah sedang diciptakan oleh tokoh-tokoh kita dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Papua.

Kita sudah memiliki beberapa buku seperti perjuangan Mama Yosefa Alomang, John Rumbiak, dan Theys Eluai sudah ditulis Dr. Benny Giay. Perjuangan Herman Awom dan kawan-kawannya, buku perjuangan Jenderal Kelly Kwalik, dan Arnold Ap’s vision ditulis almarhum Frank Hubatka, dan buku perjuangan Mako Tabuni, Buctar Tabuni dan Seby Sambom ditulis Markus Haluk. Banyak artikel juga sudah ditulis seperti Mako Tabuni, Octo, Henni Lanni dan lainnya. Tetapi tugas kita belum selesai, kita perlu dan terus menulis sejarah kita yang mengambarkan perjuangan tokoh-tokoh besar bangsa Papua seperti Octovianus Motte, Andy Ayamiseba, Yacob Rumbiak, Rek Rumaikek, Edison Waromi, Agus Alua, Benny Giay, Sofyan Yoman, Victor Yeimo, Markus Haluk, Ones Suhuniap, Mathinus Yuhame, Filep Karma, Sem Awom, Jenderal Mathias Wenda, Jenderal Goliat Tabuny, Jenderal Mawen, dan lain-lain.

Mereka sedang membuat sejarah dan hal itu harus ditulis sebagai landasan masa depan bangsa kita. Dalam kaitan itulah artikel ini ditulis dan difokuskan perjuangan tuan Benny Wenda secara singkat.

Koteka identitas kami

Tahun 1970-an pemerintah Indonesia melakukan operasi tumpas koteka di daerah pegunungan Tengah dan puncaknya adalah tahun 1976-78 yang menewaskan ribuan orang dan menghancurkan kampung-kampung, ternak babi dan kebun-kebun kami. Dalam beberapa laporan internasional menulis dengan jumlah korban yang berbeda. Asia human right melaporkan 4.146 orang (AHRC and ICP 2013), sedangkan Catholic Justice and Peace Commission of the Archdiocese of Brisbane dilaporkan 25 ribu orang (APCAB, 2016). Peristiwa itu kemudian menimbulkan gelombang pengungsi secara besar-besaran. Mereka mengungsi ke Mamberamo, Jayapura sampai di negara Papua New Guinea dengan jalan kaki dan ribuan orang mati dalam perjalanan itu. Robin Osborne mencatat sekitar 1.500 orang Papua pindah di Papua New Guinea dalam tahun 1977-1978 dan laporan lain disebutkan angka mencapai 2.000-3.000 orang.

Indonesia pakai istilah „operasi koteka“, koteka adalah pakaian asli kami. Bila koteka dipecahkan, dihancurkan dan dipatahkan maka manusia menjadi telanjang, tidak berdaya, harga diri dan hidup direndahkan. Dia merasa diri tidak berarti, dianggap bukan manusia, dihina dan dimusnahkan. Inilah makna simbolik dari operasi koteka yang diterapkan pemerintah Indonesia untuk melucuti, menghancurkan dan membersihkan orang Papua dari kehidupan dan dunia mereka. Makna simbolik itu terbukti dengan jumlah korban dari operasi tersebut.

Dalam situasi ini Benny Wenda dan kami semua yang lahir dan besar di hutan-hutan tempat pengungsian orang tua kami. Selama 1980 hinggal awal 2000-an kami benar-benar merasakan diskriminasi yang dibangun di kalangan masyarakat dan sekolah-sekolah di Papua. Pemerintah Indonesia, para migran dan kelompok afiliasi lain selalu melabelkan kami dengan istilah koteka itu. Dalam pandangan mereka koteka identik dengan terbelakang, miskin, podoh dan terhina. Di sekolah saya (penulis), kami diidentikan dengan pandangan itu. Pandangan ini dikonstruksi secara sistematis di Indonesia untuk ditempatkan orang Papua pada posisi subordinasi dan rasis.

Dr. Neles Tebay dalam sebuah diskusi mengatakan, ketika dia kembali dari studinya di Roma, dia bertemu dua orang Indonesia di pesawat. Masing-masing dari Jawa dan Batak dan mereka diskusi tentang studi mereka. Mereka semua selesai studi doktorat dari luar negeri dan kembali ke Indonesia. Mereka bertanya kepada Dr. Neles Tebay tentang tujuan perjalananya. Dia menjalaskan kepada mereka bahwa dia pun selesai studi doktoratnya dari luar negeri. Setelah mendengar itu, mereka mengatakan ingin ke Papua untuk melihat orang-orang Papua yang masih memakai koteka. Dr. Neles Tebay menjelaskan kepada mereka bahwa ayahnya masih memakai koteka dan masih tinggal di rumahnya. Karena itu, dia mengundang kedua orang itu langsung ke rumahnya di Papua dan melihat ayahnya yang masih berkoteka itu. Dua orang Indonesia itu berkata „kok bisa bapak masih berkoteka, tetapi anaknya menjadi doktor“. Tetapi, Dr. Neles mengatakan bahwa apakah hubungan studi doktorat dengan koteka? Koteka adalah karya intelektualitas kita dan koteka tidak ada hubungan dengan pendidikan doktorat. --- Baca ini: (Tolak dialog, ULMWP anggap Pjs Gubernur tak paham soal Papua)

Pandangan inilah dikonstruksi oleh pemerintah dan rakyat Indonesia untuk melihat orang Papua, secara khusus kami manusia koteka di pegunungan. Dalam situasi ini Benny Wenda dan generasinya belajar di sekolah dan berkembang. Benny Wenda sendiri telah banyak mengalami diskriminasi dengan label-label streotip macam itu. Di sekolah menengah dia diludahi di mukannya oleh seorang gadis migran karena pandangan rasisme tersebut.

Bertolak dari pengalaman itu, dia bangkit untuk memimpin masyarakat koteka di Jayapura dan sekitarnya untuk menunjukkan identitas koteka. Dia sadar bahwa masyarakatnya mempunyai potensi sangat besar untuk bangkit dan menunjukkan identitas mereka dengan simbol koteka itu. Kami adalah manusia sama dengan orang lain. Koteka adalah dasar dan identitas dari hasil karya intelektualitas kami. Kami adalah manusia tangguh dan bekerja keras di kebun-kebun, bertenak babi, membangun jembatan-jembatan dengan sangat teratur, pagar-pagar rumah dan kebun tersusun rapih, kami hidup dan menetap secara permanen di rumah-rumah dan kampung-kampung kami, dan memiliki peradaban tinggi. Kondisi kehidupan dan peradaban ini sudah ditulis dan diakui berbagai ilmuwan dan misionaris, misalnya: Lieshout 2009, H.J.Bijlmer 1935, Eyma 1940 dan Richardson 1971, dll.

Semua intelektualitas dan pengetahuan itu tidak datang dari luar, tidak diajarkan orang lain dari seberang lautan. Kami adalah manusia beradab dan hidup secara bebas tanpa campur tangan orang lain. Manusia koteka telah membangun dan mengembangkan peradaban itu sendiri tanpa bantuan pihak lain. Sudah saatnya manusia koteka harus bangkit dan menunjukkan identitasnya sebagai manusia beradab, merdeka dan berdaulat.

Dewan Musyarakat Masyarakat Adat Koteka

Dalam pandangan tersebut, Benny Wenda dan teman-temannya mementuk Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka (DeMMAK) di Jayapura. Lembaga ini dibentuk untuk menghimpun semua masyarakat dari etnik-etnik yang berbudaya koteka secara khusus dan orang-orang pegunungan pada umumnya. Mulai dari pegunungan Bintang, Boven Digul sampai di Nabire. Tujuan ialah menghimpun orang-orang koteka, membangkitkan idenitas budaya dan memperjuangkan kemerdekaan Papua secara damai.

Dewan ini dibentuk dengan nama koteka adalah reaksi atas diskriminasi dan rasisme diterapkan pemerintah dan rakyat Indonesia, dan juga kelompok-kelompok lain yang memiliki pandangan tersebut. DeMMAK secara konsisten berjuang untuk penentuan nasib sendiri dan menolak dialog dan otonomi khusus Papua. Sikap ini secara tegas disampaikan dalam musyawarah Besar Papua dan kongres Papua II bahwa DeMMAK secara tegas mengatakan menolak dialog dengan Jakarta dan otonomi khusus Papua.

....(Simak ini, selengkapnya tetang "dialog": Dialog Jakarta-Papua Agenda Menghancurkan ULMWP Dan Dukungan Internasional)

Sikap ini perlawanan dengan resolusi Kongres yang menghendaki dilakukan dialog dengan Jakarta untuk pelurusan sejarah dan proses kemerdekaan Papua. Dalam kongres dua itu DeMMK telah menunjukkan identitas sebagai manusia koteka dengan ditampilkan busana asli, yaitu Koteka. Benny juga telah membentuk Satuan Tugas Koteka (Satgas) untuk mengamankan berbagai kegiatan perjuangan termasuk Mubes, Kongres dan para petinggi PDP, seperti Theys Eluay. Di mana Satgas Koteka bekerja sama dengan satgas Papua saat itu. Benny Wenda mengorganisir dan memerintahkan bahwa semua orang pegunungan diwajibkan untuk menggunakan koteka sebagai pakaian asli mereka. Mereka datang dengan menghiasi tubuh dengan berbagai atribut budaya dan melumpuhkan kota Jayapura dan menuju gedung Olahraga (GOR), tempat dimana dilaksakan kongres Papua II.

Penulis waktu itu mengikuti masa aksi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggil dan berkumpul di halam Universitas Cenderawasih lalu menuju Jayapura. Masa aksi mahasiswa ditempati dari depan Mapolda sampai di halaman gedung olahraga, dua jam kemudian masyarakat Koteka datang dan menutupi seluruh lokasi itu. Mereka semua memakai pakaian asli dengan dihiasi berbagai atribut budaya. Situasi itu membuat kami merasa menjadi manusia yang sempurna atau merasa diri kami lengkap. Spirit kami telah bangkit dan seluruh mahasiswa koteka yang tinggal di situ masuk bergabung dengan masyarakat koteka yang baru datang ini. Karena ini kebangkitan spirit kami yang sudah dibunuh Indonesia telah hidup kembali dan menunjukkan identasnya.

Hari itu Benny Wenda telah mengembalikan spirit dan membangkitkan identitas kami sebagai manusia koteka di Jayapura. Inilah spirit dan titik awal kebangkitan manusia koteka dan menyatakan secara terbuka kepada Indonesia dan pihak lain bahwa koteka adalah identitas dan harga diri kami. Kulit, rambut dan jiwa kami tidak bisa dirubah dengan gambar orang lain seperti dalam berbagai propaganda Indonesia. Kami adalah manusia koteka dan kami ahli waris tanah dan negeri ini. Leluhur kami ditempatkan di tanah ini sejak penciptaan dan akan diwariskan kepada anak cucu kami. Koteka adalah bukan ketinggalan kami tetapi karya intelektualitas leluhur kami.

Benny tidak hanya membentuk dewan koteka, mengorganir masyarakatnya dan memperjuangan kemerdekaan, tetapi dia juga sudah berkomitmen dengan istrinya, Maria Wenda. Ketika mereka mendapatkan anak pertama akan diberikan nama Koteka kepadanya, sebagai simbol perlawanan dan identitas. Ketika anak pertama mereka lahir tahun 2002 diberi nama Koteka kepada bayi kecil itu. Disini bayi Koteka menjadi simbol untuk mengingatkan sejarah kebangkitkan manusia koteka melalui DeMMK tersebut.

Melalui organisasi ini, Benny Wenda muncul sebagai tokoh muda sangat potensial dalam perjuangan kemerdekaan Papua. Bagi Indonesia munculnya Benny Wenda menjadi ancaman serius eksistensi pendudukan dan kolonialisme mereka di Papua. Ada beberapa hal yang menjadi dasar ketakutan mereka.
  1. Secara pribadi Benny Wenda adalah seorang berpendidikan sama dengan teman-teman segenerasinya. 
  2. Indonesia menghubungkan Benny Wenda dengan Jenderal Matias Wenda secara genealogis dan etnik. Karena munculnya Benny Wenda dianggap sebagai bentuk tranformasi dari perjuangan jenderal Matias di hutan yang secara konsisten, berprinsip dan tidak kompromis dengan kolonial. 
  3. Basis masa masyarakat koteka yang sangat besar dan hal itu dianggap sebagai suatu kekuatan besar dan akan bangkit untuk menunjukkan sikapnya. 
  4. Masyarakat koteka yang dikenal tegas, prinsip, konsisten dan tidak mudah dirayu oleh kolonial. 
  5. Indonesia dibayang-bayangi oleh tindakan kejahatan mereka sendiri dengan simbol operasi koteka tadi.
Periode ini merupakan masa kebangkitan rakyat Papua yang diorganisir melalui berbagai organisasi di seluruh Papua. Gerakan itu kemduian disatukan oleh kelompok intelektual dalam suatu organisasi besar sebagai badan representasi yaitu forum Rekonsiliasi Rakyat Irian Jaya (FORERI). Forum ini kemudian dilahirkan TIM 100 untuk bertemu presiden B.J. Habibi. Di mana Habibi mengatakan, kembali dan renungkan. Setelah kembali dilaksanakan Musyawarah Besar (Mubes) tanggal 23-27 Februari 2000 di hotel Sentani Indah dan kongres Papua II pada 29 Mei sampai 4 Juni tahun 2000. Periode ini saya sebut sebagai era kebangkitan perjuangan baru (peyon 2010: 232-240). Di mana DeMMK sendiri pun lahir dalam kondisi ini dan pada masa kebangkitan bangsa Papua. Selain itu, tokoh-tokoh besar lain khusus dari manusia koteka juga menjadi suatu spirit baru untuk orang koteka, seperti Agus Alua, Tom Beonal, Benny Giay, Noack Nawipa, dan lain-lain. Benny Wenda dan Octovianus Motte adalah pemimpin koteka yang lahir pada masa ini dari latar belakang organisasi yang berbeda.

Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Benny Wenda.
Potensi kekuatan basis masa itu kini telah terbukti, di mana manusia koteka sudah bangkit dan menyatakan sikap politik dalam perjuangan papua merdeka. Mereka tidak sendiri, tetapi bersama dengan saudara-saudara sesama bangsa Papua lain di seluruh tanah ini. Hal ini telah digenapi perjanjian Obet Tabuni tahun 1970-an, salah seorang anggota TPN generasi pertama orang koteka. Dia dijebak dan dijual oleh Theo Meset (kakak dari Nocolas Meset tokoh merah putih sekarang) kepada militer Indonesia di Jayapura. Theo Meset mengajak Obet Tabuni di sebuah rumah makan di Jayapura (kini Bank Mandiri pusat) dan dia ditembak oleh militer di perutnya. Tetapi, dia sudah selamatkan diri dan lari ke arah gunung, ketika sampai di gunung (kini sekolah Kalam Gudus), dia ditembak di kakinya oleh Yabsenang, seorang anggota TNI asal Genyem. Militer Indonesia kemudian membawanya ke kantor mereka di Klobkam dan sebelum dia dibunuh, mereka interogasi dia tentang tempat tinggal dan jumlah kekuatan mereka. Obet Tabuni mengatakan, "hari ini satu orang Obet Tabuni mati tetapi besok ribuan manusia koteka akan bangkit dan berjuang untuk memerdekakan bangsa Papua“.

Pernyataan itu sudah terbukti dalam berbagai fora perjuangan manusia koteka selama ini. Hal ini secara simbolik mengatakan bahwa busana koteka bukan kebodohan dan ketinggalan kami, tetapi identitas dan karya intelektualitas leluhur kami.

Rekayasa Serangan dan Penjara Abepura

Dalam periode ini adalah kebangkitan bangsa Papua melalui Dewan Adat Papua dan Presidium Dewan Papua. Dengan agenda perjuangan Papua secara damai dengan Jakarta melalui dialog. Pada saat yang sama Gubernut Jab Solosa dan Franz Wospakrek Rektor Uncen mendorong agenda Otonomi Khusus Papua sebagai win-win solution. Pada saat yang sama, sebagian besar anggota Panel dan PDP ditangkap dan dijebloskan ke Penjara, lain dibunuh, lain menjerah kepada Indonesia dan menjadi tokoh merah putih seperti Franzalbert Yoku dan Nicolas Messet. Theys Eluay diculik dan dibunuh kemudian jenazahnya dibuang di daerah Koya Timur. Tujuan militer Indonesia buang jenazah di daerah perbatasan ini adalah untuk menciptakan konfliks horizontal, antara manusia koteka dengan saudara-saudara mereka dari pesisir khususnya masyarakat Mamta.

Karena waktu itu Benny Wenda dan masyarakat Koteka dalam organisasi DeMMAK secara tegas menolak Otonomi khusus dan agenda dialog dengan Jakarta. Jenderal Matias Wenda dan TPN-OPM juga sudah menolak kedua agenda itu. Melihat sikap itu militer Indonesia buang jenazah Theys Eluay di daerah perbatasan untuk menciptakan konflik horizontal. Militer Indonesia juga membangun isu di berbagai media di Jayapura bahwa penculikan dilakukan oleh Jenderal Matias Wenda di daerah perbatasan. Karena dia tidak setujuh dengan kedua agenda tersebut. --- Baca ini: (TRWP Menolak Tegas Ajakan Dialog Dipromosikan Oleh Agen Papindo JDP Bersama Intelektual BIN di LIPI)

Tetapi, propaganda itu sudah dibantah Jenderal Matias Wenda dan para pemimpin Papua juga telah mengelola masalah itu dengan baik. Maka rencana militer untuk menciptakan konflik horizontal tidak terwujud. Benny Wenda dan masyarakat koteka dalam organisasi DeMMAK tetap berdiri, konsisten dan tegas sikap politik mereka. Referendum dan Kemerdekaan adalah keputusan akhir, tidak bisa tawar menawar dengan alasan apa pun.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Gan. Mathias Wenda.
Melihat sikap politik ini militer Indonesia mengatur strategi baru untuk membunuh Benny Wenda sebagai pemimpin masa depan bangsa Papua. Militer Indonesia kemudian merekayasa penyerangan di kantor Polsel Abepura dan menewaskan seorang polisi dan membakar beberapa ruko di lingkaran Abepura. Skenario dalam peristiwa ini pun jelas bahwa untuk menciptakan konfliks horizontal antara orang Koteka dengan orang Sentani, di mana polisi Eba dari etnik Sentani dibunuh. Di Media masa mereka bangun isu bahwa penyerangan itu dilakukan oleh orang Koteka dan diduduh Benny Wenda sebagai otaknya.

Tetapi, polisi dan militer sendiri tidak berhasil menangkap para pelaku dan tidak mampu buktika duduhan itu. Seperti biasa, mereka membangun isu ini di media masa tanpa bukti dan dasar yang kuat. Suatu rekayasa murahan untuk menjustifikasi pembunuhan terhadap orang-orang Papua sudah ditargetkan. Benny Wenda sendiri tidak berada di Jayapura ketika peristiwa itu terjadi. Target Indonesia dalam rekayasa penyerangan itu adalah memusnahkan manusia koteka di daerah Jayapura dan sekitarnya. Hal itu terbukti, di mana militer Indonesia serang asrama mahasiswa Nduga, asrama Waropen, pemukiman masyarakat Kobakma dan pemukiman orang-orang Yali di Skayland, di mana Elkius Suhuniap ditembak mati dan 100 orang lain ditangkap. Tiga orang lain disiksa dan dibunuh dua hari berikutnya. Tujuan rekayasa ini jelas sebagai reaksi atas kebangkitan masyarakat Koteka waktu itu dan hal itu terbukti dengan serangan militer tersebut.

...Baca sejarah Perjuang Papua Merdeka berikut ini:
  1. Sejarah OPM - Organisasi Papua Merdeka
  2. Sejarah Perjuangan Papua Merdeka  
Di sini target utama mereka jelas menjerat dan membunuh Benny Wenda, karena dianggap sebagai pemimpin potensial. Dia mempunyai penngaruh untuk mengorganisir dan memobilisasi masyarakatnya. Benny Wenda kemudian ditangkap di Jayapura dan dimasukan di penjara tanpa proses hukum dan dia diancaman 25 tahun penjara. Selama di penjara, polisi dan militer mencoba tiga kali untuk membunuh Benny Wenda. Dia mulai diadili di pengadilan 24 September 2002. Di pengadilan militer dan polisi mengajukan saksi-saksi palsu untuk menjerat Benny Wenda tetapi mereka tidak bisa buktikan tuntutan mereka. Hakim dalam pengadilan mengatakan bahwa Benny tidak bisa dipenjarahkan karena tidak ada bukti hukum dan demi hukum harus dibebaskan. Tetapi, polisi berusaha keras mencari berbagai macam alasan. Salah satu isu yang dibangun ialah Benny memiliki dua pasfor, Indonesia dan Papua New Guinea.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Jennifer Robinson dan Benny Wenda di Abepura, Papua.
Pada saat itu selain pengacara dari Indonesia, Jenifer Robinson juga hadir sebagai pengacara Benny di pengadilan. Para pengacara menilai Indonesia tidak bisa dibuktikan dasar dan bukti-bukti hukum yang diduduhkan dan Benny ditahan dengan motivasi polisi secara murni. Pada 27 Oktober 2002, Benny berhasil keluar dan melarikan diri dari penjara Abepura. Dia melintasi perbatasan dan menyeberang ke Papua New Guinea dan kemudian mendapat suaka politik di Inggris.

Rekayasa macam ini adalah sifat dasar dan karakter pemerintah Indonesia yang diterapkan terhadap rakyat Papua selama ini. Hukum dapat dijadikan sebagai alat kekuasaan, penindasan dan bisnis, dan pemerintah dengan anjing-anjing penjaganya memandang diri mereka sebagai hukum itu sendiri. Indonesia adalah sebuah negara boneka yang tidak memiliki hukum dan keadilan. Kami berada di sebuah negara boneka, di mana yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan.

Maria dan Enam Prajurit Muda

Selama Benny di penjara, Maria dan bayi Koteka terlantar nasib mereka. Mereka bersembunyi satu tempat ke tempat lain. Ketika Benny melarikan diri dari penjara, posisi Maria dan bayi Koteka benar-benar terancam dan tidak aman. Mereka berkali-kali diteror dan menjadi target pembunuhan. Keluarga yang dulu terima mereka merasa tidak aman dan berkeberatan untuk tinggal lama di rumah itu. Mereka kemudian diselamatkan oleh Alpius Meaga, seorang mahasiswa dan kini dia tinggal di Australia. Dia memberikan rumah kostnya untuk mereka tinggal. Beberapa hari kemudian mereka melintasi perbatasan dan tiba di Papua New Guinea dan pada 2003 mereka berkumpul kembali dengan Benny di Inggris.

Di Inggris, Benny Wenda dan keluarganya telah menjadikan perjuangan kemerdekaan Papua sebagai hidup mereka sendiri. Mereka mengabdikan diri seluruh hidup mereka untuk perjuangan dan sebagai kebutuhan dalam rumah tangga mereka sendiri. Hal ini digambarkan keterlibatan Maria Wenda dan anak-anak mereka dalam berbagai kegiatan. Karena itu, enam anak mereka saya sebut di sini sebagai prajurit muda dalam tulisan ini. Karena mereka tampil sebagai prajurit muda dalam membangun kesadaran dan diplomasi internasional.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Benny Wenda (kiri) dan Maria H. Wenda (kanan). 
Maria Wenda hadir sebagai spirit, istri dan mama untuk Benny Wenda dan anak-anak mereka. Dia tidak meninggalkan suaminya jalan sendiri, tetapi dia selalu hadir mendampingi Benny sebagai istri dan teman perjuangan. Maria Wenda juga tidak hanya segetar sebagai istri dan ibu rumah tangga, tetapi dia adalah spirit untuk Benny, aktivis, pejuang dan simbol perjuangan perempuan Papua di fora internasional. Maria hadir sebagai orator, pemusik, penyanyi, dan pembicara dalam berbagai aktivitas. Melalui berbagai aktivitas itu secara simbolik Maria mengatakan kepada pihak lain bahwa istri tidak hanya menjalankan fungsi utama dalam rumah tangga, tetapi istri harus tampil mendampingi, mendukung dan melaksanakan agenda perjuangan bangsa Papua bersama suami. Istri tidak bisa menjadi penonton dan membiarkan suaminya berjuang sendiri.

Maria benar-benar menerapkan budaya orang Lanni, Balim dan Yali. Di mana istri dari seorang pemimpin seluruh hidupnya terlibat dalam pejuangan untuk mendukung suaminya. Dalam budaya kami disebutkan bahwa seorang istri seluruh hidup dan jiwanya telah menjadi kesatuan dari suami. Mereka menjadi ibu dan mama untuk masyarakat dalam suatu kampung atau wilayah konfederasi yang menjadi daerah kekuasaan para suami mereka. Dari konteks ini, Benny dan Maria Wenda adalah bentuk dari spirit kebudayaan itu.

Mereka tidak berdiri sendiri, tetapi selalu melibatkan anak-anak mereka dalam perjuangan. Enam anak mereka terlibat langsung sebagai orator, penyanyi, pemain musik dan aktivis dalam berbagai kegiatan itu. Mereka telah menjadi contoh keterlibatan anak-anak dalam perjuangan kemerdekaan Papua saat ini. Berdasarkan data yang saya miliki dalam sejarah perjuangan Papua, tidak pernah melibatkan anak-anak dalam perjuangan Papua merdeka sampai awal tahun 2000-an dan menurut hemat saya keterlibatan Koteka Wenda dan lima adiknya dalam FWPC adalah peristiwa pertama dalam sejarah perjuangan Papua, demikian juga dengan anak-anak Oridek Ap di Belanda.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Oridek Ap.
Keterlibatan Koteka Wenda ini membangun kesadaran di kalangan aktivis muda Papua dan saat ini banyak anak-anak Papua menjadi bagian dari perjuangan ini. Saya masih ingat, tahun 2005-2010 itu sering kami mengambil foto-foto dan video aktivitas FWPC dari internet, berkumpul dan menonton bersama di rumah-rumah, asrama dan tempat-tempat berkumpulan lain secara khusus dikalangan mahasiswa koteka. Ketika mereka menonton perjuangan Koteka Wenda, orang-orang muda dari pegunungan itu selalu sedih dan menetaskan air mata mereka. Mereka selalu mengatakan, kenapa kami para pemuda dan orang dewasa ini tinggal diam saja dan menjadi penonton? Sedangkan anak kami Koteka Wenda sudah berjuang di sana seperti ini?
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Koteka Wenda (paling kanan) bersama beberapa adiknya.
Di rumah saya selalu dilakukan kegiatan seperti ini untuk mempersiapkan dan membangun kesadaran adik-adik mahasiswa khusus dari pegunungan. Akhirnya, tiga orang militer sewa di tiga rumah lain di dekat saya dan mereka selalu mengawasi kami. Beberapa kali mereka teror saya dan salah orang dari Maluku merusak laptop saya. Dia masuk lewat pintu belakang dan siram air pada laptop itu. Laptop ini kami gunakan khusus untuk menonton flem dari perjuangan Benny Wenda dan keluarganya. Melalui aktivitas Koteka Wenda dan adik-adiknya itu telah membangkitkan kesadaran dan solidaritas orang-orang muda secara khusus dari pegunungan dan Papua secara umum.

Aktivitas Koteka Wenda dan adik-adiknya ini telah menempus struktur kesadaran dan mentalitas kebudayaan kami. Di mana dalam budaya, keterlibatan perempuan dan anak-anak merupakan makna simbolik untuk membangkitkan solidaris dan membangun basis perjuangan bersama. Dalam konteks ini muncul dengan nawim, nandugi dan nawene, adalah masalah ku dan masalah kami. Dengan dasar itu dilakukan mobilisasi dalam berbagai aktivitas. Bentuk budaya itu telah ditransformasi dalam perjuangan anak-anak muda selama ini di seluruh tanah Papua.

Free West Papua Campaign

Setelah diterima status pengungsi suaka politik di Inggris, Benny mulai berkampanye berkeliling untuk hak penentuan nasib sendiri bangsa Papua. Dia telah membangun hubungan dengan berbagai pihak termasuk para politikus terkemuka di negara itu. Benny kemudian meluncurkan Free West Papua Campaign (FWPC) di Inggris. FWPC berdiri untuk pertama kali dalam sejarah Papua dengan nama dan visi yang difokuskan pada kampanya kemerdekaan Papua. Di mana Benny Wenda sendiri ketua organisasi ini dan Richard Samuelson sebagai wakil.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Kantor Free West Papua Campaign di Inggris.
FWPC sebagai basis utama perjuangan dan kampanye Benny di Kerajaan Inggris. Melalui organisasi ini Benny dan Richard kampanye keliling di seluruh Inggris untuk membangun kesadaran mengenasi situasi kejahatan dan genocide (pemusnahan) di West Papua. Mereka berkampanye di berbagai lembaga, sekolah, universitas, partai politik dan kelompok-kelompok diaspora lain seperti Diaspora Afrika. Untuk Benny dan Samuelson kampanye Papua merdeka adalah hidup dan diri mereka sendiri. FWPC kemudian mendapat dukungan lebih luas dan hasilnya telah diluncurkan cabang FWPC lebih dari 15 negara di seluruh dunia.

...Lihat ini: Cable Magazine: Sebuah Wawancara dengan Pemimpin Kemerdekaan West Papua, Benny Wenda 

Melalui organisasi itu telah bersatu kembali dengan Oridek Ap dan aktivis-aktivis muda lain mempunyai spirit ini di Belanda dan diluncurkan cabang FWPC untuk Belanda. Persatuan ini telah menjadi spirit dan amunisi tersendiri dalam misi membangun kesadaran di dunia internasional. Mereka melakukan kampanye dengan berbagai kegiatan seperti demonstrasi, diskusi, seminar, mengikuti festival, menyanyi, menghadiri pertemuan-pertemuan resmi, pameran, menyiarkan di radio dan sebagainya. Lembaga ini kemudian mendapat dukungan dari lembaga-lembaga gereja, hak asasi manusia, anggota parlemen, akademisi dan sebagainya.

FWPC adalah basis yang paling penting dan signifikan dalam sejarah perjuangan Papua, dan menunjukkan kepada pihak lain cara untuk mobilisasi dan membangun kesadaran di foro internasional. FWPC kemudian melahirkan All Party Parliamentary Group for West Papua.

All Party Parliamentary Group for West Papua

Kampanye Benny Wenda melalui FWPC ini kemudian telah mendapat dukungan signifikan oleh beberapa anggota Parlemen dari kerajaan Inggris. Salah satu hasil yang paling penting dari itu adalah dibentuknya All Party Parliamentary Group for West Papua (APPGWP) di Parlemen Inggris (House of Commons dan House of Lords). Terbentuknya lembaga ini satu babak baru dalam sejarah perjuangan Papua dan lembaga ini diketuai oleh Tuan Andrew Smith MP. Tuan Andrew Smith adalah anggota parlemen senior dari partai Buruh dan bekas Anggota Kabinet Inggris Tony Blair. Kelompok ini sesuai dengan namanya gabungan dari anggota-anggota parlemen yang berasal dari berbagai partai dalam parlemen Inggris seperti Partai Buruh (Labour party), Partai Konservatif (Conservative party), Partai Demokrat Liberal (Liberal Democrats party) dan lain-lain - ...Lihat ini: (All-Party Parliamentary Group on West Papua akan Lakukan Pertemuan di UK).

FWPC dan APPGWP terus mengembangkan jaringan melalui berbagai struktur organisasi baik dalam partai politik maupun lintas anggota parlemen dalam berbagai tingkat. Di tingkat pemerintah kota dukungan itu diwujudkan pada 1 Desember 2005, untuk pertama kali secara resmi mengibarkan Bendera Nasional Papua “Bintang Kejora” di gedung Wali kota Oxford, Inggris, dan berlanjut secara teratur.

Pada 1 Desember 2006 kedua organisasi ini kibarkan bendera Nasional Papua di Oxford bersama dengan bendera Kerajaan Inggris, kelompok solidaritas Timor-Leste ikut mendukung dalam kegiatan ini. Bulan Januari 2007 terjadi suatu debat hangat di Parlemen (House of Lords) Inggris. Kegiatan ini diprakarsai oleh Lord Harries, bekas Uskup Oxford dan beberapa anggota parlemen dari APPGWP.

...Baca juga: 
  1. KNPB Sentani Bersama Rakyat West Papua Mendukung Pertemuan ”The All-Party Parliamentary Group on West Papua” 
  2. KNPB dan PRD di Timika Mendukung Pertemuan ”The All-Party Parliamentary Group on West Papua” 
Lord Harries dalam pidatonya meminta pemerintah Kerajaan Inggris sudah saatnya mendukung hak untuk pengakuan menentukan nasib sendiri rakyat West Papua. Harries kemudian diikuti empat pendukung kuat Papua lainnya di House of Lords Inggris. Diantaranya adalah; Lord Griffiths dari Burry Point seorang Methodis Pendeta yang berpengaruh. Lord Archer dari Sandwell pengacara senior dan mantan Jaksa (1974-1979) dalam pemerintah Buruh. Lord Judd dari Portsea mantan anggota kabinet (1977-1979). Lord Avebury anggota tim demokrasi liberal urusan luar negeri yang menarik perhatian masalah resolusi konflik dan hak asasi manusia khususnya Aceh dan Papua. Kemudian dilakukan tebat di Parlemen secara teratur.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Lord Harries.
Kini Benny Wenda tidak hanya berbicara di luar gedung parlemen tetapi suara itu sudah menembus dalam gedung dan dibicarakan dalam sidang-sidang resmi. APPCWP menjadi basis yang kuat untuk membantuk jaringan dan struktur politik lebih luas baik dalam parlemen Inggris maupun lintas negara. Kemudian melahirkan Internasional Parlementarian for West Papua (IPWP) dan Internasional Lawyers for West Papua. Dua tahun lalu pemimpin Partai Buruh menyatakan dukungan atas kemerdekaan dan sikap dukungan ini melahirkan reaksi keras di Indonesia.

Iinternational Parlementarians for West Papua

FWPC dan APPGWP kemudian menginisiasi untuk membentuk dua organisasi penting dalam sejarah perjuangan Bangsa Papua. Dua organisasi itu adalah Internation Parlementarians for West Papua (IPWP) dan International Lawyers for West Papua (ILWP).

Peluncuran IPWP adalah usaha keras dan tanpa mengenal lelah dilakukan Tuan Benny Wenda dimulai tahun 2002 di Kerajaan Inggri. Berbagai kerja keras Tuan Benny Wenda tersebut selalu menjadi sumber inspirasi generasi muda Papua dewasa ini yang mana gerakan perjuangan mereka semakin mantap dan terarah. Momentum itu jatuh pada 15 Oktober 2008 pukul 15:00 - 16:30 waktu London di ruang Comittee lantai 13 gedung House of Commons diluncurkan International Parliamentarians for West Papua. IPWP merupakan gabungan para anggota parlemen dari berbagai negara yang berkeinginan untuk mengangkat masalah West Papua secara bersama di level internasional.

Selain anggota Parlemen Inggris, dalam peluncuran ini dihadiri oleh beberapa anggota parlemen dan pejabat dari negara-negara lain seperti Selandia Baru, Belanda, Sweden, Papua New Guinea dan Vanuatu, untuk meningkatkan kesadaran internasional lebih luas. Agenda utama IPWP jelas memperjuangkan penentuan nasib sendiri bangsa Papua melalui mekanisme internasional.

Pada 7 Nopember 2009 diluncurkan cabang IPWP di Taman Botanical di Universitas Papua New Guinea, peluncuran ini dilakukan oleh gubernur Powes Parkop, Mr. Buka Kondra dan Mr. Jamie Maxton-Graham dan tuan Benny Wenda sendiri.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Logo Parlemen Internasional untuk West Papua (IPWP).
Pada 28 Januari 2010 cabang IPWP diluncurkan Parlemen Uni-Eropa di Brussel, Belgia. Dalam peluncuran ini diinisiasi oleh Dr. Calina Lucas anggota parlemen Uni Eropa utusan partai Hujau Inggris, Mr. Thijs Berman anggota Parlemen Uni Eropa dari utusan Belanda, Duta Besar PNG untuk Uni Eropa, dan Ms. Malinda Yanki ketua Advokat Internasional Hak Asasi Manusia dan Tuan Benny Wenda, tuan Oridek Ap dan kelompok musik Mambesak serta para aktivis Papua Merdeka dari berbagai negara di Eropa.

Kemudian cabang IPWP diluncurkan di beberapa negara lain seperti di parlemen Australia, beberapa negara di Amerika Latin dan Karibik, Afrika dan terakhir tahun 2017 di Parlemen Selandia Baru. Melalui lembaga ini masalah perjuangan Papua telah menjadi agenda bertebatan dalam sidang-sidang resmi di Parlemen dan pemerintah di banyak negara. Ha ini memberikan gambaran yang jelas dan mendapat tempat strategis dalam diplomasi internasional. Di mana IPWP ialah badan politik internasional dan ILWP badan hukum internasional.

Internasional Lawyers for West Papua

International Lawyers For West Papua (ILWP) adalah badan hukum untuk mengatvokasi perjuangan bangsa Papua. Tuan Benny Wenda mengatakan, IPWP adalah ”bapak” dan ILWP ialah “mama”. Kini perjuangan kemerdekaan West Papua sudah memiliki bapak dan mama. ILWP diluncurkan di Guyana Amerika pada tanggal 3 - 5 April 2009. ILWP adalah badan hukum internasional untuk advokasi masalah hak asasi manusia dan status politik West Papua. Pembentukan ILWP bertujuan untuk menghimpun para pengacara internasional dari berbagai negara guna advokasi masalah politik West Papua ke tingkat internasional.

Selain itu, ILWP juga dibentuk guna membantu warga asli Papua untuk melatih hak-hak dasar kebebasan dan kemerdekaan mereka dengan standar hak asasi manusia yang berdasarkan pada piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan Konvensi Internasional Tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Logo Pengacara Internasional untuk West Papua (IPWP).
Dalam peluncuran ini tampil sebagai pembicara adalah Ms. Malinda Janki seorang ahli hukum internasional sebagai koordinator umum ILWP, Benny Wenda pemimpin Papua Merdeka di Inggris dan Mr.Colin Andrews sebagai pemimpin Dewan National Toshaos. Selain itu, hadir pula pengacara hukum internasional terkemuka lain seperti Foster MA pengacara Inggris dan Dublin pengacara Irlandia, dll.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Melinda Jangki (kiri) dan Benny Wenda (kanan).
Dalam deklarasi itu termuat lima hal penting yaitu: pengakuan terhadap hak penentuan nasib sendiri, melaksanakan proses kemerdekaan, perlindungan hukum dan hak kemerdekaan dan mendorong dukungan internasional untuk kemerdekaan Papua. Dalam deklarasi ini juga menyatakan dukungan rakyat dan pemerintah Guyana untuk kemerdekaan Papua yang disampaikan melalui pemimpinan Dewan Nasional Toshaos Mr. Colin Andrews.

IPWP dan ILWP adalah dua lembaga penting yang dibentuk tuan Benny Wenda untuk mobilisasi dukungan internasional di berbagai negara. Kedua lembaga ini merupakan terobosan baru dalam sejarah perjuangan bangsa Papua dan melalui lembaga-lembaga itu masalah Papua dibicarakan di forum-forum resmi terutama di tingkat parlemen dan kementerian luar negeri.

KNPB, AMP dan PNWP

Diplomasi dan perjuangan tuan Benny Wenda di dunia internasional sudah mulai mendapat dukungan luas di berbagai negara dan dukungan itu pun berkembang di tingkat Parlemen sejumlah negara di dunia maka diperlukan organisasi taktis di dalam negeri untuk mobilisasi masa dan dukungan rakyat. Karena itu, Benny Wenda menghubungi para aktivis-aktivis muda dan mahasiswa dari beberapa kota di Indonesia. Khusus mereka yang berasal dari pegunungan, seperti Seby Sambom, Mako Tabuni, Buktar Tabuni dan Victor Yeimo dan teman-teman lain.

Aktivis-aktivis mudah terdidik dan visioner ini meninggalkan studi mereka di pulau Jawa dan Sulawesi kemudian kembali ke Papua. Di Papua mereka bertemu dengan aktivis lain yang memiliki visi dan misi yang sama. Pada 14 Oktobert dilakukan seminar sehari di Aula STT GKI di Abepura dan 15 Oktober 2008 dilakukan mobilisasi masa mendukung peluncuran IPWP di Parlemen Inggris. Kegiatan ini dikoordinir oleh panitia IPWP dalam negeri diketuai oleh Buktar Tabuni, koordinator Sebby Sambom dan sekretarisnya Viktor Yeimo.

Pada 19 November 2008, di Aula STT. Walter Post, di Sentani, oleh berbagai organisasi perlawanan dan para aktivis Mahasiswa dan masyarakat membentuk Komite Nasional Papua Barat. Buchtar Tabuni terpilih menjadi Ketua Umum dan Victor Yeimo wakil ketua I. KNPB dibentuk bersamaan dengan eksodus mahasiswa dari luar Papua khususnya mahasiswa pegunungan. Mereka bergabung bersama dan mengoroganisir berbagai kegiatan tersebut. Dalam pertemuan berikutnya di daerah Jayapura dilengkapi pengurus organisasi secara lengkap. Pada 1 Desember 2008, Buchtar Tabuni dan Sebby Sambom ditangkap Polda Papua di Jayapura dengan duduhan Makar dan Buctar Tabuni dijatuhkan 3 tahun dan Seby Sambom 2 tahun penjara, dan tanggal 28 Oktober 2009 Victor Yeimo ditangkap di Sentani.

Benny Wenda bersama dengan KNPB sebagai organisasi taktis di dalam negeri menginisiasi pembentukan ILWP di Guyana. KNPB kembali tampil dengan gagah dan berani mobilisasi masa di kota-kota di Papua. KNPB selalu tampil untuk dieksekusi dan dukungan kerja-kerja tuan Benny Wenda di luar negeri. Dalam beberapa kegiatan di Parlemen Inggris diundang beberapa pemimpin muda ini seperti tuan Buctar tabuni, Seby Sambom dan Viktor Yeimo. Mereka diundang sebagai pemimpin, pencipta sejarah dan kendali sosial politik di dalam negeri. Hal macam ini sebagai bentuk kesatuan dan spirit koordinatif sangat kuat antara pemimpin dan teman-teman perjuangannya. Tuan Benny Wenda menunjukkan spirit itu secara nyata.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Aksi pengibaran bendera bintang Kejora (bendera negara West Papua) oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
Di tingkat mahasiswa telah dibentuk Aliansi Mahasisa Papua khusus di Jawa-Bali dan sekitarnya. Organisasi ini dibentuk oleh orang-orang terdidik yang memiliki ilmu pengetahuan dan menguasai teknologi. Majoritas aktivis dan mahasiswa yang mendirikan organisasi ini adalah mereka yang berasal dari pegunungan, misalnya Albert Wanimbo dan kawan-kawan. Karena itu, kedua organisasi ini diidentikan dengan organisasi orang-orang gunung oleh kelompok-kelompok tertentu yang memiliki pandangan yang berbeda.

Di Universitas Cenderawasih saya sering dengar pandangan dan sterotip macam ini oleh orang-orang tertentu yang menganggap diri mereka memiliki ilmu pengetahuan dengan simbol gelar akademisi, yang menurut pandangan saya para korban ideologis. Karena mereka mempunyai pendidikan tinggi tetapi tidak mampu menganalisa konteks sosial politik yang berkembang di sekitar mereka. Dengan konteks sosial politik itu dikembangkan pengetahuan alternatif dari perspektif-perspektif orang-orang Papua sendiri. Mereka selalu memandang kerja-kerja KNPB, AMP dan gerakan mahasiswa di kampus-kampus ini dilihat dari perspekrif ideologi politik kekuasaan. Di mana pemahaman dan pengetahuan mereka sendiri tersandera dalam sistem kekuasaan dan ruang lingkup sosial budaya yang sempit.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Aksi Demonstrasi Damai yang mediasi oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Abepura, Jayapura, Papua.
Di sini peran KNPB dan AMP sebagai organisasi-organisasi taktis dan basis pendidikan politik untuk melahirkan generasi-generasi Papua yang terdidik dan sadar mengenai ideologi nasionalime Papua. Mereka juga memiliki tujuan yang sama untuk mendukung kerja-kerja internasional tuan Benny Wenda. KNPB berbasis di dalam negeri, sedang AMP berbasis di kota-kota studi di Indonesia. Tetapi kedua organisasi ini memiliki sejarah dan misi yang berbeda. AMP adalah organisasi indepenten dengan misi utama mendukung semua perjuang Papua merdeka. Sedangkan KNPB dibentuk berdasarkan dorongan tuan Benny Wenda dengan tujuan utama untuk mendukung diplomasi Benny Wenda di dunia Internasional. Maka KNPB adalah dasar dan basis masa untuk Benny Wenda. KNPB saat ini memiliki pengaruh sangat kuat dan basis masa luas sampai di kampung-kampung di seluruh Papua, dan memiliki cabang di beberapa kota-kota studi di Indonesia seperti di Manado, Makasar dan Bali. Demikian juga AMP dalam perkembanganya telah transformasi taktis dan perjuangan, mereka tidak hanya berbasis di lingkungan mahasiswa Papua, tetapi juga membangun kesadaran dalam kominutas-kominitas orang Indonesia yang sadar politik dan ideologi. Akhirnya, telah dibentuk Fron Indonesia untuk kemerdekaan Papua di beberapa kota di Indonesia.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Konferensi Parlemen Nasional West Papua (PNWP) dan peluncuran PNWP pada Tanggal, 9 April 2012 di Sentani, Papua. 
Parlemen Nasional West Papua (PNWP) dibentuk sebagai lembaga politik untuk eksekusi agenda-egenda politik. Dua lembaga ini ialah transformasi dari Komite Nasional Papua dan New Guinea RAD yang sudah dibentuk tahun 1961 sebagai badan politik negara Papua. KNPB, AMP dan PNPB bergerak dalam satu agenda, satu visi dan misi. Terkadang mereka bergerak bersama mendukung agenda internasional dari FWPC, APPGWP, IPWP dan ILWP selama ini.

Jadi, KNPB dan PNPB dibentuk dengan tujuan utama untuk memdukung kerja-kerja diplomasi internasional tuan Benny Wenda. FWPC, APPGWP, IPWP dan ILWP merupakan organisasi internasional dan KNPB dan PNPB merupakan organisasi dalam negeri. Mereka lahir dalam satu spirit dan satu tujuan untuk kemerdekaan Papua.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Demo damai Komited Nasional Papua Barat (KNPB) menuntut Referendum Kemerdekaan bagis West Papua.
KNPB selalu tampil untuk mengusung dan mendukung agenda-agenda tuan Benny Wenda di internasional. Dengan agenda-egenda itu KNPB mampu menyakinkan rakyat Papua, membentuk jaringan yang luas, mobilisasi masa secara besar-besaran dan mendapat dukungan oleh rakyat Papua. Jadi, KNPB menjadi besar seperti sekarang ini karena agenda-agenda internasional dan nasional itu. Organisasi yang terpimpin oleh pengurus dan aktivis yang memiliki jiwa militansi dan ideologis. Di Papua sudah banyak dibentuk organisasi perlawanan tetapi organisasi-organisasi itu tidak mendapat publisitas luas dan dukungan masa yang besar seperti KNPB saat ini. KNPB mampu mendapatkan dukungan luas di masyarakat dan menjadi organisasi berpengaruh karena kerja keras para pengurus dan aktivis KNPB sendiri, dan juga agenda-agenda internasional yang dilakukan tuan Benny Wenda tersebut. Kedua hal inilah telah membuat KNPB menjadi sebuah organisasi besar dan memiliki basis masa yang sangat besar yang ditakuti pihak musuh. Para pemimpin KNPB mendapat simpati dan menjadi besar sebagai tokoh muda seperti sekarang karena kedua hal itu saling mendukung. Kedua hal ini adalah roh dan jiwa KNPB sebagai organisasi taktis.

Jadi, KNPB tidak bisa dipisahkan dari tuan Benny Wenda dan agenda-agenda internasional selama ini dengan pengurus KNPB di dalam negeri dan agenda-agenda secara nasional. Bila dipisahkan kedua hal ini seperti memisahkan roh dan tubuh dari suatu kehidupan. Salah satu dipisahkan dari yang lain maka organisasi tidak akan berfungsi secara optimal, tidak normal, dan bagian lain akan mati dengan sendirinya. Bukan tidak mungkin dukungan rakyat pada organisasi akan berkurang secara otomatis. Di sisi lain, bila dipisahkan karena ada misi tertentu maka hal itu secara jelas sebagai sebuah kudeta atau sabotase organisasi oleh pihak lain dengan maksud diambil alih organisasi tersebut.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Massa aksi Komite Nasional Papua Barat (KNPB) pada tanggal 20 Maret 2012 di Jayapuar, Papua.
Karena agenda nasional dan internasional tersebut mendorong masalah Papua menjadi besar seperti sekarang ini dan hal itu pula yang mengatarkan tuan Benny Wenda terpilih sebagai pemimpin ULMWP untuk periode kedua ini. Di mana KNPB sendiri yang ikut membentuk dan mendukung IPWP, ILWP, PNPB dan ULMWP, maka mereka mempunyai kewajiban untuk mendukung dan mendorong agenda-agenda internasional ULMWP di bawah kepemimpinan Benny Wenda dan Octovinaus Mote saat ini. Bila salah satu terpisah dari yang lain, maka secara otomatis dukungan rakyat pasti akan berkurang dan organisasi bisa dimatikan. Karena rakyat Papua melihat pada agenda dan figur pemimpin yang mampu mendorong agenda di tingkat internasional.

Kita mempunyai pengalaman sangat berharga, di mana Presidium Dewan Papua (PDP) dilumpuhkan dan mati total. PDP mempunyai pengurus tingkat pusat dan daerah yang disebut Panel di setiap Kabupaten, PDP juga mempunyai diplomat atau duta besar di sejumlah negara. Tetapi, PDP berhasil dilumpuhkan Indonesia dengan enam cara.
  1. Presidium sendiri tidak mempunyai agenda-agenda yang diperjuangkan secara konsisten di tingkat internasional. 
  2. Ketua Presidium Theys Eluay dan anggota PDP lain dibunuh dengan berbagai macam cara. 
  3. Sebagian anggota PDP ditangkap dan penjarakan. 
  4. Wakil ketua PDP Thom Beonal diberikan jebatan sebagai Komisaris Freeport dan anggota PDP lain diberikan jabatan. 
  5. Beberapa anggota PDP lain digunakan oleh Indonesia melalui militer dan kepolisian. Di mana mereka akhir-akhir ini deklarasikan sebagai pendukung Paulus Waterpauw sebagai calon Gubernur Papua. 
  6. Beberapa anggota PDP lain sebagai diplomat Indonesia untuk masalah Papua saat ini, seperti Franzalbert Yoku dan Nicolas Messet. Di mana Franzalbert Yoku sendiri sebagai Moderator Internasional untuk wilayah Pasifik, tetapi dia gagal dan kembali mendukung kolonialisme Indonesia.  
Bila ada wacana di media sosial bahwa KNPB dipisahkan dari ULMWP, saya yakin bahwa KNPB akan mengalami jalan yang sama dengan PDP masa lalu. Dukungan presidium Dewan Papua awal tahun 2000.an hampir sama dengan dukungan masa terhadap KNPB sekarang ini. Menurut wacana di media tentang KNPB dan ULMWP ini dilakukan oleh orang-orang tertentu yang berafiliasi dengan kekuasaan kolonial. Kami mempunyai bukti-bukti asli yang kuat bahwa negara dan Jaringan Damai Papua terlibat untuk mengacaukan perjuangan ini. Saya juga belajar dari banyak kasus lain di dunia, misalnya di Kaledonia Baru tahun 1980-an, di Sudan Selatan tahun 1990-an dan di Afrika Selatan tahun 1970-an. Di mana organisasi-organisasi masa yang besar berhasil dimatikan oleh penguasa kolonial. Hal itu terjadi hanya pihak musuh menyusup masuk dalam organisasi dan melakukan pembusukan dari dalam. Kondisi seperti ini perlu dan harus diwaspadai dan dijaga bersama oleh semua pihak.

Mandat dan Roh Tentara Pembebasan Nasional

Semua diplomat Papua termasuk tuan Benny Wenda di fora internasional ialah menjalankan spirit dari perjuangan Tentara Pembebasan Nasional dalam negeri. Mereka menjalankan mandat dan spirit itu untuk mencari dan mendapatkan dukungan internasional. Benny sendiri lahir dan besar dalam spirit itu, di mana orang-orang pegunungan bangkit dan melawan pendudukan Indonesia tahun 1970-an. Dalam perjalanan selanjutnya ia pun tidak terpisah dari spirit itu.

...Baca sejarah Perjuang Papua Merdeka berikut ini:
  1. Sejarah OPM - Organisasi Papua Merdeka
  2. Sejarah Perjuangan Papua Merdeka  
Benny sendiri sudah mendapatkan mandat resmi dari Tentara Pembebasan Nasional untuk menjalankan misi ini jauh sebelumnya baik dari wilayah perbatasan maupun dari pegunungan. Dalam beberapa video dan flem-flem dokumentar secara jelas mengambarkan mandat-mandat itu. Mereka memberikan mandat secara penuh untuk menjalankan misi diplomasi secara internasional dan mandat-mandat itu masih tetap berlaku.

Beberapa video dan flem dokumenter terbaru juga mengambarkan hal itu, di mana mereka memberikan dukungan atas diplomasi internasional tuan Benny Wenda. Konferensi tahun 2012 di Biak juga tentu tidak terlepas dari gambaran itu, di mana sayap militer telah restrukturisasi diri dan konsolidasi dalam satu kekuatan. Kondisi itu terlahir seiring dengan berkembangan dan kemjauan dukungan internasional selama ini dan secara bersama untuk mendorong agenda nasional dan internasional.

Baru-baru ini telah dipublikasi oleh para pemimpin ULMWP sebuah surat yang ditanda tangani oleh Yakob Prai dan Geradus Tomey, sebagai pendiri dan anggota aktif Organisasi Papua Merdeka. Dalam isi surat itu digambarkan dengan jelas tiga hal penting, „pengakuan, dukungan dan memberikan mandat penuh kepada tuan Benny Wenda sebagai pemimpin ULMWP dan pemimpin sayap politik OPM untuk menjalankan tugas sebagai pemimpin bangsa“. Pengakuan, dukungan dan mandat macam itu terwujud karena dedikasi, konsistensi dan keteguhan terhadap spirit itu, dan bukan karena hukum genealogis. Secara hukum selama belum ada berubahan terhadap produk hukum tertentu maka aturan itu sah dan berlaku.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Pemimpin kemerdekaan West Papua foto bersama saat deklarasi akhir. Keterangan Foto, dari kiri ke kanan adalah: Andy Ayamiseba, Benny Wenda, Barak Sope, Rex Rumakiek, dan Paula Makabory.
"Saya sebagai pendiri Gerakan Papua Merdeka (OPM) ingin mengakui dan mendukung Persatuan Gerakan Pembebasan untuk West Papua (ULMWP), bahwa ini adalah organisasi politik yang mengusung semangat OPM yang akan melanjutkan perjuangan dan memenuhi keinginannya. Misi terakhir, yaitu memperjuangkan kemerdekaan penuh dan mendirikan Negara Republik West Papua yang berdaulat. " 
--- Baca ini selengkapnya: (Jacob Hendrik Prai: Deklarasi Akhir Mendukung ULMWP sebagai OPM Baru)
Dalam surat itu sudah jelas dan tidak bisa dipertebatkan. Dalam topik surat ini dicantumkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai organisasi atau bentuk pemerintahan dan roh dari pemerintahan itu kini ditampilkan dalam ULMWP sebagai lembaga politik dan diakui secara internasional. Karena itu, tuan Jakob Pray sebagai pendiri OPM mengakui, mendukung dan memberikan mandat untuk menjelakan organisasi kepada tuan Benny Wenda dan ULMWP. Di mana OPM adalah lembaga pemerintahan dan sayap militernya adalah Tentara Pembebasan Nasional (TPN). Hal ini sangat jelas dan tidak bisa dipertebatkan. Posisi Organisasi Papua Merdeka dipisah dari Tentara Pembebasan Nasional (TPN) sebagai sayap militernya.

Tetapi, surat itu telah menimbulkan perbedaan persepsi dan penafsiran para pejuang Papua lain. Perbedaan pendapat ialah hal biasa dan lumrah dalam sebuah organisasi, tetapi perbedaan persepsi itu pun sangat penting untuk menciptakan demokrasi. Perbedaan pendapat bukan menimbulkan kekacauan dalam agenda perjuangan, tetapi menciptakan perspektif-perspektif kritis untuk membangun bersatuan dan demokrasi untuk mendorong agenda dan tujuan, karena hal yang paling penting adalah agenda dan tujuan.

Perbedaan pendepatan secara vokal adalah suatu karakteristk orang Papua dalam jangka waktu tertentu dan setelah masa itu dilewati, di mana ada waktu tertentu untuk bersatu, berdamai dan berpesta bersama. Dengan itu mereka membangun kekuatan bersama dan menciptakan perdamaian. Bila sebaliknya, maka sikap itu patut dipertanyakan, motivasi dibalik makna simbolik itu. Konteks macam inilah yang muncul dalam media-media sosial dua bulan terakhir ini karena rasa memiliki dan cinta mereka terhadap perjuangan ini. Karena perjuangan ini milik bersama dari suatu bangsa yang ingin merdeka dan berdaulat.

Pada sisi lain, pejuan dari sayap militer protes surat ini tidak tepat. Karena yang diberi mandat adalah pemerintahan untuk menjalankan diplomasi dan hal itu berbeda dari perjuangan sayap militer yang terfukus pada perang di lapangen. Sayap militer pun tidak bisa kleim atau mengambil posisi dalam pekerjaan OPM sebagai organisasi pemerintahan dan diplomasi karena ini dua hal yang berbeda. Tetapi keduanya saling mendukung satu dari lain untuk satu tujuan dan kepentingan kita bersama.

Lobi Internasional

Benny Wenda setelah mendirikan berbagai organisasi perjuangan itu kemudian dia membangunan jaringan internasional di seluruh dunia. Dia mendirikan cabang-cabang FWPC, IPWP dan ILWP di berbagai negara dan melakukan perjalanan untuk melobi tingkat partai politik, parlemen dan pemerintah resmi di banyak negara. Benny Wenda tidak hanya melobi pemerintah resmi tetapi dia juga melakukan pertemuan dengan berbagai pihak baik masyarakat sipil, gereja, mantan para pejuang revolusi dan para pejuang, para pemimpin oposisi dan media masa.

Dalam berbagai media cetak, radio dan televisi selalu menyampaikan pesan tentang perdamian dan kasih baik dalam konteks perjuangan Papua maupun perjuangan di tempat-tempat lain di seluruh dunia. Dalam wawancara dengan beberapa televisi nasional menyampaikan pesan perdamaian untuk rakyat Palestina, Baku haram dan beberapa tempat lain di Afrika. Karena roh perjuangan Papua merdeka adalah menciptakan perdamaian, kesatuan dan kasih sebagai spirit dasar budaya Melanesia.

Sebelum ULMWP dibentuk tuan Benny Wenda sudah melangkah lebih jauh untuk mendorong agenda perjuangan bangsa Papua. Berdasarkan data dalam sejarah perjuangan bangsa Papua langkah-langkah itu merupakan merupakan suatu babak baru dalam sejarah diplomasi setelah generasi sebelumnya tidak mempertahankan kesempatan yang diperoleh dari beberapa negara di Afrika 1980-an. Sikat tuan Benny Wenda sudah jelas bahwa referendum dan kemerdekaan bangsa Papua adalah harga mati dan tidak bisa ditawar dengan alasan apapun. Benny Wenda tidak berjuang untuk dialog dan Hak Asasi Manusia tetapi berjuang untuk kemerdekaan Papua melalui sebuah referendum yang diawasi oleh Perserikatan Bangsa-bangsa sebagai mekanisme legal dan demokrasi.

Melalu referendum itu rakyat Papua menentukan pilihan mereka secara demokratis sebagai hak yang paling dasar utnuk masa depan mereka sendiri. Bila majoritas orang Papua menginginkan tetap tinggal dengan Indonesia atau memisahkan diri dan membentuk negara sendiri. Jadi, yang menentukan pilihan adalah rakyat Papua dan Benny Wenda hanya sebagai alat untuk berjuang dan menciptakan momentum itu. Jadi, sekali lagi tuan Benny Wenda bukan aktivis Hak Asasi Manusia atau tokoh Dialog dengan Jakarta, tetapi tokoh perjuangan kemerdekaan Bangsa Papua yaitu spirit dari Organisasi Papua Merdeka itu. Hal ini selalu dia sampaikan dalam berbagai pertemuan dengan berbagai pihak di banyak negara.
Sikap politik dan aksi-aksi nyata inilah telah menjadi ketakutan pemerintah Indonesia selama ini. Karena itu, pihak musuh telah membangun berbagai propaganda dan usaha-usaha untuk menjegal dan menghambat perjuangan tuan Benny Wenda selama ini. Mereka manipulasi data dan menyalah gunakan polisi internasional (interpol) dan membayar pejabatan tertentu di beberapa negara untuk menghambat perjuangannya.

Interpol dan Deportasi

Berbagai gebrakan tuan Benny Wenda ini telah menjadi ancaman nyata bagi pemerintah Indonesia. Mereka melihat Benny mempunyai pengaruh sangat besar untuk mobilisasi perjuangan dalam berbagai fora. Organisasi-organisasi taktis di dalam kota bekerja serentak dan terkoordinasi dengan agenda-agenda internasional yang dilakukan tuan Benny melalui organisasi-organisasi tadi.

Hal ini telah menjadi ancaman serius bagi Indonesia untuk mempertahankan status quo mereka di Papua. Oleh karea itu, kolonial Indonesia mencari cara untuk menjebak Benny dengan berbagai macam cara. Tetapi, mereka telah gagal rekayasa pertama untuk memenjarakan Benny Wenda karena dia berhasil menyelamatkan diri dari penjara Abepura. Karena itu, mereka membuat rekayasa kedua. Pada 17 Oktober 2008 pemerintah Indonesia menetapkan Benny sebagai buronan interpol dan minta bantuan interpol di London untuk menangkap Benny dan diteportasi ke Indonesia untuk diadili. Tetapi, permintaan Indonesia itu ditolak pihak interpol, karena dinilai tidak berdasar dan motif politik. Indonesia dikatakan salah gunakan interpol dan hukum internasional lain untuk kepentingan politik, dan bukan untuk kriminal. Karena itu, interpol menghapus semua data yang diajukan pemerintah Indonesia.

Bulan February 2013 tuan Benny dilarang hadir dan berbicara di gedung Parlemen Selandia Baru atas desakan pemerintah Indonesia. Tuan Benny hadir untuk memenuhi undangan dari sejumlah anggota Parlemen lintas partai dari negara itu dengan tujuan untuk meluncurkan cabang IPWP di Parlemen Selandia Baru. Akhirnya, rencana itu terlaksana di bulan Mei 2017, dimana cabang IPWP diluncurkan di gedung Parlemen negara itu.

Dalam Maret 2015 tuan Benny Wenda diteportasi ke Australia dari Papua New Guinea atas desakan dan sokongan pemerintah Indonesia kepada jebat negara itu. Dia hadir sebagai juru bicara ULMWP dan dia datang ke Papua Nugini untuk berterima kasih secara pribadi kepada Perdana Menteri Peter O'Neill yang sudah menyuarakan kepedulian dan dukungan untuk perjuangan West Papua. Pada bulan Septembert 2015 dia kembali ditolak aplikasi visa kedua kalinya untuk masuk di negara ini. Dia diundang Gubernur Hon. Powes Parkop untuk menghadiri konferensi pengungsi hak asasi manusia, dan menghadiri acara lain termasuk perayaan kemerdekaan 40 tahun negara itu, dan dalam pertemuan Forum Kepulauan Pasifik sebagai juru bicara ULMWP.

Mei 2015 tuan Benny Wenda dilarang masuk ke Amerika Serikat. Dia direncanakan untuk menuju Los Angeles dalam tur politik di California dan Hawaii atas undangan Free West Papua Campaign di Amerika. Benny tidak tahu alasan pemerintah Amerika blokir visa bisnis yang masih berlaku untuk sepuluh tahun itu. Pemblokiran ini jelas intervensi Indonesia atas ketakutan mereka.

Dalam bulan Januari 2016 pemerintah Indonesia melalui Kapolri Jenderal Badrodin Haiti kembali menuding bahwa kelompok Benny Wenda terlibat dalam penyerbuan terhadap Polsek Sinak di Kabupaten Puncak. Benny menolak dudingan itu bahwa Jenderal Badrodin kekanak-kanakan. Dia mengatakan “Polisi Indonesia tahu betul saya tinggal 9.000 mil (14.484 kilometer) jauhnya dari Indonesia –di pengasingan di Inggris, dan saya seorang pemimpin kemerdekaan yang sepenuhnya menjunjung perdamaian”. Duduhan ini dilakukan seorang jenderal bintang empat dan kepala kepolisian negara yang memperlihatkan kualitas dirinya sangat rendah dan memalukan. Seorang jenderal dan pemimpin kepolisian melakukan duduhan konyol dan tidak masuk akal ini. Hal ini menunjukkan kualitas kepolisian Indonesia, rekayasa dan bisnis hukum negara itu.

Dalam berbagai media menunjukkan pernyataan Indonesia selalu provokatif, rekayasa, kebencian dan rasis terhadap Benny Wenda. Sikap pemerintah dan rakyat Indonesia ini menunjukkan ketakutan berlebihan atas kolonialisme mereka di Papua. Mereka berada dalam teganan mental dan stras langkah politik yang diambil untuk Papua. Karena mereka telah melihat diplomasi-diplomasi tuan Benny sangat signifikan dan masuk pada diplomatis-diplomatis strategis. Berbeda dengan pemimpin lain yang mereka menilai belum sampai pada tahap tersebut atau yang bisa dikompromasi dengan mereka. Situasi ini sama dengan saat perjuangan Timor-Leste, di mana pemerintah Indonesia membangun propaganda, kebencian dan rasis terhadap Zanana Kusmao dan Romos Horta. Kareka perjuangan mereka sangat signifikan dan mereka telah memenangkan diplomasi dan dukungan internasional. Karena itu, Indonesia membangun isu-isu murahan itu dengan maksud mengubah persepsi dan dukungan masa rakyat dan Internasional. Hal yang sama saat ini diterapkan kepada Benny Wenda dan rakyat Papua, tetapi Indonesia gagal memenangkan dukungan rakyat Papua dan masyarakat internasional.

Pernyataan-pernyataan pemerintah Indonesia itu dilihat dalam berbagai media masa Indonesia dan media-media sosial lain selama ini. Misalnya, kantor free West Papua Gampaign diresmikan di Orfoxd, peluncuran IPWP di Parlemen Inggris dan nagara-nagara lain, peluncuran ILWP sampai petisi referendum diserahkan di komite dekolonisasi PBB tahun lalu. Hal ini mengambarkan ketakutan Indonesia dan saya pikir rakyat Papua bersyukur bahwa mereka telah memiliki seorang pemimpin yang tepat untuk membawa mereka kepada kebebasan.

Deklarasi Westminster dan Petisi Referendum

Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Aksi demo damai menjelang deklarasi Westminster (3/05/2016), dipimpin oleh Benny Wenda, Octovianus Mote, Buchtar Tabuni menuju parlemen Inggris di UK.
Pada 3 Mei 2016 telah dideklarikan "Internationally Supervised Vote in West Papua“ di Parlemen Inggris. Dalam deklarasi ini dihadiri para pemimpin dari beberapa negara Pasifik dan Melanesia antara lain: Perdana Menteri Samuela 'Akilisi Pohiva dari Keraja Tonga, menteri Ralph Regenvanu dan menteri luar negeri dari Vanuatu, diplomat khusus Salomon untuk Papua, Gary Juffa Governor dari Northern Province di Papua New Guinea, tu dan Gubernur. Tuan Benny wenda sendiri selaku penyelenggarah, dan tuan Octovinaus Motte selaku Sekjen dan tuan Dr. Rex Rumaikek sebagai anggota ULMWP. Selain itu dihadiri ketua IPWP, ILWP dan para anggota. Dalam pertemuan ini juga dibacakan dukungan dari perdanan menteri Guyana dan pertemuan ditutup secara resmi oleh Hon Jeremy Corbyn sebagai pemimpin oposisi dan ketua partai buruh di Inggris.

Dalam pertemuan dideklasikan dukungan internasional untuk intervensi kejahatan hak asasi manusia dan kemerdekaan Papua. Deklarasi Westminster adalah satu tahap penting untuk mendukung diplomasi internasional ULMWP yang sudah menjadi meinstrem saat ini.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Pertemuan Deklarasi Westminster di gedung Parlemen, London, Inggris (3/05/2016).
Deklarasi Westminster bermaksud untuk mengumpulkan dukungan internasional dan salah satu agenda adalah dikumpulkan tanda tangan secara nasional dan internasional untuk penentuan nasib sendiri bangsa Papua. Hal itu diterapkan dalam bentuk petisi referendum yang diluncurkan secara online dan manual.

Di Papua petisi secara online itu diblokir oleh pemerintah Indonesia dan tanda tangan secara manual pun telah dilarang Indonesia. Beberapa aktivis disiksa, ditangkap dan dipenjarakan. Meskipun mereka telah dihalangi tetapi rakyat Papua melalui kerja keras aktivis berhasil tanda tangan 1.8 juta (70,88 %) penduduk asli Papua dan migran. Angka ini menunjukkan tindakan ambisius dan emosional yang terbendam selama ini.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Deklarasi penandatangan petisi manual di West Papua oleh Dewan Komite ULMWP (NRFPB, WPNCL dan PNWP) pada Tanggal, 5 April 2017 di Waena, West Papua.
Petisi ini merupakan satu langkah sangat signifikan dan menjadi dasar untuk mengumpulkan dukungan internasional. Petisi ini juga sebagai dasar untuk menggugat pepera 1969 dan resolusi perserikatan Bangsa-Bangsa yang dialihkan Papua ke dalam Indonesia. Petisi 1.8 juta itu akan berhadapan dengan 1.025 suara dalam pepera 1969 yang menjadi dasar pendudukan Indonesia di Papua.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Peluncuran penandatangan Petisi Manual rakyat West Papua wilayah Bomberay di Timika, West Papua (1/04/2017).
Reaksi Indonesia atas petisi ini sangat luar biasa dan ketika petisi diserahkan di komite dekolonisasi, Indonesia bergerak 24 jam untuk membantah petisi itu. Diplomat Indonesia bertemu ketua dekolonisasi dan mendesak keluarkan pernyataan untuk menyanggal menerima petisi tersebut. Karena petisi ini telah menjerang jantung pertahanan Indonesia untuk Papua. Berbagai media di Indonesia dan dunia telah ramai memuat petisi ini, dan menurut data saya secara keseluruhan 37 Media menulis berita itu. Salah satu ialah media Israel. Menurut data saya pertama kali media Israel publikasi masalah Papua melalui petisi ini dan para jurnalis pun tanya pejabat kementerian luar Israel tentang dukungan mereka atas perjuangan Papua. Sudah ada beberapa tulisan sebelumnya tetapi tulisan-tulisan itu terbatas opini.


Bila dilihat dari sejarah perjalanan Benny Wenda memiliki rekam jejak tersendiri, unit dan progresif dalam sejarah perjuangan bangsa Papua selama ini. Perjuangan macam ini bukan mencari popularitas atau kepentingan sendiri, tetapi mobilisasi dukungan internasional. Bila ada perspektif-perspektif macam itu keliru dan sedang berbicara hal yang dia tidak tahu. Bila benar demikian hal itu mirip dengan iklan untuk produk tertentu. Bila kita ke pasar, sering kita dengar istilah tertentu digunakan para pedagang agar jualan mereka laku dan mereka tidak perlu dengan kualitas produk tersebut. Karena dia bukan produsen. Bulan lalu kami lihat komentar di media sosial oleh seorang perempuan Papua di Belanda yang menulis: "lempar batu sembunyi tangan“. Kalimat ini seperti kami dengar di pasar-pasar atau di tempat-tempat umum lain. Suatu pernyataan umum dan tidak jelas definisi secara ilmiah, tetapi selalu dapat menunjukkan kepada sesuatu fenomena yang tidak bisa dibuktikan. Kalimat macam ini lahir dari asumsi subjektif dan tekanan spikologis, tanpa memiliki dasar yang kuat terhadap fenomena sosial budaya tertentu, di mana fenomena itu tidak bisa dibuktikan secara nyata. Jadi, orang sering membangun asumsi secara subjektif terhadap hal tertentu yang dia sendiri tidak tahu apa yang dia sedang bicara itu.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Benny Wenda dan dokumen Petisi manul rakyat West Papua.
Jadi, Westminster dan petisi referendum Papua tidak bekerja pada tatanan asumsi-asumsi secara subjektif macam itu, tetapi bekerja secara real dan di dunia nyata. Dengan tujuan mobilisasi dukungan internasional dan mewujudkan keinginan rakyat untuk merdeka dan berdaulat. ...Baca ini tentang: (Petisi "Internationally Supervised Vote for West Papua").

The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)

The United Liberation Movement for West Papua dibentuk oleh tiga organ politik bangsa Papua, dan salah satu adalah Parlemen Nasional Papua sebagai lembaga politik dan Komitee Nasional Papua Barat sebagai organisasi taktis di dalam negeri. Dalam badan politik ini telah dipilih lima orang pemimpin sebagai eksekutif ULMWP dipimpin oleh Octovianus Motte sebagai Sekjend dan Benny Wenda sebagai juru bicara, dan dilengkapi tiga anggota lain.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Octovianus Mote.
ULMWP telah menjadi badan politik sangat signifikan selama tiga tahun dalam sejarah perjuangan Papua dan hal itu merupakan kerja keras para pemimpin ULMWP dan didukung organ-organ taktis di dalam negeri dan sayap politik internasional lain. Termasuk IPWP dan ILWP seperti telah digambarkan di atas. Dalam rangka mendukung kerja-kerja ULMWP telah dibentuk International academic for West Papua yang diluncurkan di Australien dua tahun lalu. Dalam peluncuran ini dihadiri tuan Jacob Rumbiak dan Dr. Rex Rumakiek sebagai anggota ULMWP.

Dalam periode kedua Benny Wenda dan Octovianus Mote kembali dipercayakan untuk memimpin ULMWP dengan bertukar posisi. Struktur eksekutif dilengkapi dengan sekretaris jenderal, Juru Bicara dan Bendehara dan anggota. Selain itu, ULMWP juga dibentuk lembaga legislatif dan judigatif dan dilengkapi dengan beberapa fungsi lain. Terpilihnya tuan Benny Wenda sebagai ketua tentu tidak lepas dari sejarah perjalanan tersebut dan hal itu mengantarkan dia pada posisi tersebut.
Perjalanan Benny Wenda dari Penjara Abepura ke Internasional dan Pimpin ULMWP
Struktur Kepemimpinan ULMWP periode 2018 - 2021.
Kepercayaan terhadap dua pemimpin koteka yang memimpin perjuangan bangsa Papua selama dua periode ini merupakan kepercayaan secara personal dan sekaligus kolektif kepada manusia Koteka. Benny Wenda dan Octovinaus Mote adalah simbol manusia koteka, lepas dari posisi mereka sebagai pemimpin bangsa Papua. Kepercayaan ini tidak hanya kepada Benny Wenda dan Octovianus Mote secara pribadi, tetapi kepercayaan ini kepada manusia Koteka secara keseluruhan. Manusia koteka yang bekerja di pemerintah Indonesia, universitas, mahasiswa, swasta, aktivis dan masyarakat di mana pun kita berada. Manusia koteka berdiri bersama dan mendukung dua pemimpin bangsa sebagai simbol manusia koteka ini. Filsafat hidup dalam budaya Lapago mengatakan, nawene/ninawene dan nandugi/ninandugi, artinya perjuangan ini milikku dan miliki kita bersama. Berarti perjuangan bukan milik Benny Wenda sebagai ketua ULMWP tetapi milik kita semua.

Persatuan dan Perdamaian

Saya telah lama mengikuti secara diam-diam perjuangan tuan Benny Wenda melalui berbagai media. Berdasarkan penilaian saya sendiri, tuan Benny Wenda menerapkan sistem Big Man sejati dalam kebudayaan kami secara khusus di wilayah Lapago. Dalam perspektif saya kami mempunyai dua model pemimpin dalam sistem Big Man, yaitu Big Man sejati dan Big Man yang bukan sejati. Prinsip dasar dan kriteria keduanya berbeda. Menurut hemat saya Benny memenuhi kriteria pertama ini. Dengan jiwa yang tenang dan rendah hati. Tampil sebagai kakak dan bapak bagi orang lain. Dia tidak pernah menunjukkan diri sebagai pribadi dan tidak mengatakan usaha dia sendiri berbagai kegiatan itu, tetapi ia selalu mengatakan itu perjuangan bangsa Papua.

Hal itulah yang digambarkan ketohonan tuan Benny Wenda berbeda dalam sejarah perjuangan ini. Pertama, dia telah mengalami sendiri penindasan, rekayasa dan menjadi tahanan politik di penjara Indonesia. Konteks seperti ini sudah dilakukan oleh Nelson Mandela dan Zanana Gusmao. Kedua, dia telah menjadi tokoh utama dalam diplomasi internasional. Seperti yang dilakukan Dr. Ramos Horta, dan itulah menjadikan perjuangan tuan Benny Wenda sangat unik dan berbeda. Ketiga, tuan Benny wenda secara pribadi menunjukkan spirit Big Man sejati dalam struktur budaya Lapago sebagai tokoh yang tenang, rendah hati dan berjiwa besar dalam memimpin perjuangan. Karena spirit ini diwariskan dalam struktur budaya kami. Meskipun, dia telah melakukan banyak hal yang sudah digambarkan di atas tetapi tuan Benny Wenda tidak pernah mengatakan bahwa semua perjuangan itu adalah perjuangan dirinya sendiri, tetapi ia selalu mengatakan itu perjuangan bangsa Papua dan perjuangan kita bersama. Dia selalu mengutamakan prinsip kolektivitas karena kolektivitas sangat penting. Dengan itu melibatkan semua pihak, rasa memiliki dan dihargai, saling mengakui dan mendukung. Dengan cara itu pula menciptakan solidaritas dan mengalahkan egoisme dan primordialisme yang merusak tatanan dan perjuangan bangsa.

...Lihat ini: (Cable Magazine: Sebuah Wawancara dengan Pemimpin Kemerdekaan West Papua, Benny Wenda

Dalam berbagai kampanye dan diplomasi, Benny Wenda selalu membawa pesan perdamaian, demokrasi dan kemerdekaan sesuai dengan misi perjuangan bangsa Papua untuk menciptakan kedamaian abadi bagi bangsa Papua. Setelah dia terpilih dan dilantik sebagai ketua ULMWP dalam pidato pertamanya menegaskan persatuan bangsa untuk menyelamatkan orang Papua yang masih tersisa ini. Dalam pidato itu ditegaskan bahwa lima puluh tujuh tahun rakyat sudah menderita dan tidak boleh diperpanjang penderita lima puluh tahun lagi. Kita harus memperpendek masa penderitaan itu.

Dalam pertemuan dengan masyarakat Papua di Port Moresby setelah KTT MSG, dia kembali menegaskan bahwa orang Papua harus bersatu. Dalam pidato sangat inspiratif itu pesan politik yang disampaikan sangat kuat dan menggerakan spirit dan jiwa orang-orang Papua. Ditegaskan bahwa bangsa Papua harus bersatu dan kini sudah waktunya untuk membangun kesatuan dan mendorong agenda bersama. Tidak ada dikodomisasi dalam faksionisme, budaya, sejarah, agama dan perbedaan daerah, dikodomisasi dan polarisasi dikonstruksi kolonial untuk beca-bela, berkotak-kotak dan kuasai. Generasi muda yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan bahasa, teknologi, media sosial dan flem dokumentasi bergabung bersama dan mendukung perjuangan ini. Karena perjuangan ini adalah milik rakyat dan bangsa Papua. Makna bersatuan dan kerja sama adalah kebutuhan mendasar saat ini dalam perjuangan bangsa Papua dan hanya dengan itu mencampai tujuan kita bersama untuk merdeka dan berdaulat di atas tanah leluhur kami sendiri.


)* Penulis adalah akademisi Uncen. Saat ini ia sebagai kandidat doktor dari salah satu universitas ternama di Jerman.

Posted by: Admin
Copyright ©Ibrahim Peyon | Tabloid WANI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Subscribe to receive free email updates: