BONEPOS.COM - Menjalani hidup dengan mengharap belas kasihan orang tentu tidak ada yang menginginkan. Termasuk Alwi, seorang pengemis menggunakan tempat duduk dengan roda. Ia setiap saat dapat dijumpai di sekitar pemberhentian bus Damri di Km 9 Tamalanrea Makassar.
Siang tadi, Sabtu (13/5/2017), ditemui di tengah udara panas Kota 'Metropolitan' Makassar, di wajahnya peluh keringat akibat terik matahari dan hawa panas aspal jalan.
Kata pria asal Sinjai ini, ia mengemis karena keterpaksaan. Kondisi fisik akibat penyakit lepra yang menyerang tubuhnya sehingga mengalami cacat yang membuat tubuhnya tidak dapat difungsikan dengan baik.
Kaki kirinya sudah dipotong karena serangan penyakit lepra serta jari-jari tangan juga sudah tidak berfungsi dengan baik lagi. Menurutnya, untuk bekerja secara normal pun rasanya juga tidak ada perusahan yang akan menerima menerimanya.
"Melakoni dunia pengemis tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hati saya, tetapi orang di kampung meminta lebih baik turun di jalan mengemis daripada tinggal di desa tidak ada juga yang bisa dikerjakan", kata pria usia 40 tahun ini.
Rutinitas hariannya dijalani dengan menggunakan tempat duduk beroda, mulai dari tempat kos di Jl. Perintis Kemerdekaan hingga ke Jl. Urip Sumoharjo, sampai ke jembatan layang Km 4 Makassar. Setiba di tempat itu kembali menyusuri jalan ke pondokannya sekitar Tamalanrea.
Tidak ada seorangpun keluarga yang mengetahui jika Alwi bekerja sebagai pengemis, termasuk orang-orang sskitar tempat kostnya di Makassar. Ia merahasiakan jalan hidup yang dilakoni kini, karena rasa malu tidak mampu bekerja seperti layaknya orang normal.
Meniti jalan protokol sepanjang Perintis Kemerdekaan Makassar bagi Alwi, mendapat belas kasihan dari orang yang lalu lalang di sekitarnya paling banyak Rp.25.ooo. Pendapatan dari hasil mengemis itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, merokok serta membayar biaya kost nya.
Alwi tidak sendiri di Makassar, dia bersama rekan seprofesi datang dari berbagai penjuru daerah seperti Bone, Jenneponto, Gorontalo, Manado dan lain-lain. Satu harapan pengemis ini, sesegera mungkin diberikan bantuan dari pemerintah.
“Saya tidak pernah diberi bantuan berupa pelatihan dan bantuan lainnya karena saya tidak memiliki KTP Makassar, kalau ber-KTP Makassar akan dijamin , seperti teman lainnya”, ucapnya.
Citizen Reporter: Nirwan
(Mahasiswa S1 Sosiologi Fisip Universitas Sawerigading)
Siang tadi, Sabtu (13/5/2017), ditemui di tengah udara panas Kota 'Metropolitan' Makassar, di wajahnya peluh keringat akibat terik matahari dan hawa panas aspal jalan.
Kata pria asal Sinjai ini, ia mengemis karena keterpaksaan. Kondisi fisik akibat penyakit lepra yang menyerang tubuhnya sehingga mengalami cacat yang membuat tubuhnya tidak dapat difungsikan dengan baik.
Kaki kirinya sudah dipotong karena serangan penyakit lepra serta jari-jari tangan juga sudah tidak berfungsi dengan baik lagi. Menurutnya, untuk bekerja secara normal pun rasanya juga tidak ada perusahan yang akan menerima menerimanya.
"Melakoni dunia pengemis tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hati saya, tetapi orang di kampung meminta lebih baik turun di jalan mengemis daripada tinggal di desa tidak ada juga yang bisa dikerjakan", kata pria usia 40 tahun ini.
Rutinitas hariannya dijalani dengan menggunakan tempat duduk beroda, mulai dari tempat kos di Jl. Perintis Kemerdekaan hingga ke Jl. Urip Sumoharjo, sampai ke jembatan layang Km 4 Makassar. Setiba di tempat itu kembali menyusuri jalan ke pondokannya sekitar Tamalanrea.
Tidak ada seorangpun keluarga yang mengetahui jika Alwi bekerja sebagai pengemis, termasuk orang-orang sskitar tempat kostnya di Makassar. Ia merahasiakan jalan hidup yang dilakoni kini, karena rasa malu tidak mampu bekerja seperti layaknya orang normal.
Meniti jalan protokol sepanjang Perintis Kemerdekaan Makassar bagi Alwi, mendapat belas kasihan dari orang yang lalu lalang di sekitarnya paling banyak Rp.25.ooo. Pendapatan dari hasil mengemis itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, merokok serta membayar biaya kost nya.
Alwi tidak sendiri di Makassar, dia bersama rekan seprofesi datang dari berbagai penjuru daerah seperti Bone, Jenneponto, Gorontalo, Manado dan lain-lain. Satu harapan pengemis ini, sesegera mungkin diberikan bantuan dari pemerintah.
“Saya tidak pernah diberi bantuan berupa pelatihan dan bantuan lainnya karena saya tidak memiliki KTP Makassar, kalau ber-KTP Makassar akan dijamin , seperti teman lainnya”, ucapnya.
Citizen Reporter: Nirwan
(Mahasiswa S1 Sosiologi Fisip Universitas Sawerigading)
EDITOR : RIZAL
COPYRIGHT © BONEPOS 2017
COPYRIGHT © BONEPOS 2017