OPINI: Mengimani Kembali Pancasila sebagai Instrumen Pemersatu Bangsa

OPINI: Mengimani Kembali Pancasila sebagai Instrumen Pemersatu Bangsa
ONA MARIANI - Penulis adalah mahasiswa prodi Ilmu Politik strata satu Universitas Hasanuddin
Kasus pelecehan lambang negara  memunculkan berbagai prespektif terkait  menyikapi Pancasila sebagai Instrumen Pemersatu Bangsa. Tentu belum luput dari ingatan kita terkait kasus yang menimpa salah seorang penyanyi dangdut kondang tanah air terkait pelecehan lambang negara yang membawannya kepada liang hujatan masyarakat di sosial media.

Namun lagi-lagi hal tersebut menjadi diskusi menarik ketika Zaskia Gotik diusung menjadi Duta Pancasila beberapu waktu kemudian setelah ia meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia. Sontak hal tersebut menyita perhatian berbagai kalangan. Bahkan ada yang menghujat jika pihak-pihak yang mengusung public figure tersebut agar kembali membuka buku dan membaca kembali sejarah terbentuknya Pancasila.

Namun seperti yang kita ketahui apapun yang ada di dunia ini bersifat dualistik. Ada hitam dan putih, ada baik dan benar, ada gelap dan terang, begitu pula ada pro dan kontra. Sebagian pihak menilai, jika momentum yang menjadikan publicfigure  sebagai tokoh utamanya ini adalah waktu yang tepat untuk kembali mengimani dan mempelajari Pancasila sebagai instrumen pemersatu bangsa. Karena menimbang fenomena ini takkan menjadi sesuatu yang menghebohkan bila saja bukan seorang public figure  yang menjadi pemeran utamanya.

Genealogi Pancasila

Dokoritsu Zyunbi Tyoosakai  atau dikenal dengan istilah Indonesia BPUPKI, merupakan sebuah badan bentukan pemerintah pendudukan Jepang yang melakukan sidang perdana pada 29 Mei-1juni 1945. Namun, meski namanya terkait dengan “usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia”, agenda sidang belum sampai pada tataran pembahasan hal-hal yang mencakup  prinsip-prinsip kemerdekaan atau bahkan dasar negara itu sendiri. Pembahasan dasar negara mencuat justru karena insiatif dari ketua BPUPKI Ir KRT Radjiman Widyodiningrat pada saat itu.

Selanjutnya hingga waktu di mana beberapa peserta rapat mengutarakan pandangannya terkait dasar negara Indonesia merdeka seperti,  Muh.Yamin, Dr.Soepomo, dan Ir Soekarno pada hari terakhir sidang dengan penggunaan istilah “Pancasila” sebagai penamaan lima dasar asas kehidupan berbangsa dan bernegara, justru memunculkan dua kubu dengan prespektif berbeda dalam menanggapi rumusan dasar negara tersebut.

Kedua kubu ini adalah anggota nasional "sekuler" dan anggota nasional "Islami". Dalam prespektif nasional “sekuler” cenderung menerima sepenuhnya terkait yang dirumuskan oleh Soekarno, sedangkan dalam anggota nasional “Islami” menghendaki adanya perumusan kembali butir-butir yang diajukan oleh Soekarno namun mereka tak pula sepenuhnya menolak  apa yang telah diusung oleh Soekarno pada saat itu.

Munculnya kedua kubu ini yang kemudian melahirkan panitia kecil untuk menemukan formula yang disepakati terkait butir-butir dasar negara yang ada, sebelum pada akhirnya tanggal  22 Juni 1945 panitia kecil berhasil merumuskan  piagam Jakarta atau Jakarta Charter dengan meminjam istilahdari Muh. Yamin.

Momentum menyerahnya Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945, benar-benar dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamirkan dirinya di mata dunia, dengan diumumkannya proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dan berlanjut pada  sidang keesokan harinya ,18 Agustus 1945 untuk menyepakati Pembukaan UUD negara dengan menempatkan butir-butir dasar negara pada alenia ke-empat dalam agenda sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)yang diketuai oleh Ir. Soekarno.

Instrumen Pemersatu

Bila melihat kembali lahirnya sejarah Pancasila, tentu hal itu tak dapat dipisahkan dari agenda proklamasi, negara Republik Indonesia, bahkan perjuangan rakyat Indonesia itu sendiri. Dan bila saja waktu dapat kita tarik kembali, tentu kita dapat melihat perjuangan bangsa Indonesia yang banyak menemui kegagalan pada akhirnya.

Mengutip dari pidato  Bung Karno pada peringatan lahirnya Pancasila pada tanggal 5 Juli 1958 di istana negara yang mengatakan bahwa "Gagalnya oleh karena tak mampu mempersatukan rakyat Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke". Mengingat perjuangan yang dipimpin oleh putra-putri bangsa seperti  Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin,Surapati, Cut Nyak Dien di Aceh masih bersifat kedaerahan.

Namun yang terjadi sebaliknya ketika Indonesia dapat mempersatukan diri dari Sabang sampai Merauke. Dengan paham pluralis yang tinggi tentu akan Merauke gugurlah imperialism dan berkibarlah Sang Merah Putih di bumi pertiwi.

Indonesia dengan keberagaman suku, ras,budaya, dan agama harus memiliki dasar fondasi yang kuat lebih dari apa yang dinamakan oleh Indonesia itu sendiriterasa sulit jikalau tidak diberikannya sebuah dasar pijakan di mana mereka semua dapat berdiri di atasnya. 

Maka dalam hal ini Pancasila  diharapkan  dapat memposisikan diri sebagai falsafah atas dasar tujuan dari perjuangan bangsa yang dimiliki dan dipercaya oleh segenap hati rakyat Indonesia.

Mengimani kembali Pancasila sebagai pemersatu bangsa bukan hanya pada tanggal 1 Juni atau 1 Oktober, bukan pula hanya diperuntukkan bagi akademisi, penegak hukum, kaum terpelajar atau bahkan politisi. Melainkan untuk kita semua, untuk kita yang mendakukan diri sebagai Indonesia.

OLEH: ONA MARIANI - Mahasiswa Prodi Ilmu Politik (S1) Universitas Hasanuddin Makassar

EDITOR : RISWAN 
COPYRIGHT © BONEPOS 2016

Subscribe to receive free email updates: