Deklarasi Persatuan Komando militer West Papua (The West Papua Army) pada tanggal 01 Mei 2019. (Foto. rnz.co.nz) |
Renungan Sejarah dan Pernyataan Terbuka 1 Mei 2020
Proklamasih kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 diawali dengan keinginan kapitalisme dan imperialisme Soekarno bersama sekutunya untuk menjajah bangsa-bangsa lain termasuk bangsa Papua sebagai Ras Melanesia.
Watak Kapitalisme, Kolonialisme dan Inperialisme Soekarno menjadi nyata dalam perdebatan dengan Bung Hatta tentang wilayah hindia benlanda yang diklaim Soekarno sebagai terirori negara Indonesia, namun disisi lain Belanda juga tidak mengakui wilayah West Papua menjadi bagian dari Negara Indonesia, maka belanda mulai mempersiapkan generasi muda Papua di beberapa bidang pendidikan untuk membentuk negara sendiri [negara West Papua].
Keinginan dan pertikaian antar Indonesia dengan Belanda dalam beberapa Perundingan (pertemuan linggarjati 1947, pertemuan renville 1948, perjanjian roem-van roijen, april,1949 dan pertemuan meja bundar, 23 Agustus -2 November 1949), tanpa melibatkan bangsa Papua namun juga tidak mencapai kesepakatan.
Pertikaian maupun Pertemuan antar belanda dan Indonesia yang tidak pernah menghasilkan kesepakatan permanen tersebut membuat Indonesia melakukan manufer politik di West Papua sehingga mengundang perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk memutuskan bahwa Wilayah Papua memiliki Hak Kebebasab sesuai dengan Pasal 73e Piagam PBB, Desember 1950, dan saat itu belanda mengundang Indonesia hadir dalam mahkama internasional namun Indonesia menolak.
Pada tahun 1956–1957 Belanda semakin meningkatkan pendidikan sipil maupun militer bagi generasi muda Papua, yang membuat Indonesia terus melakukan manufer politik dengan pembentukan provinsi Irian Barat dengan melantik Zainal Abidin Syah pada tanggal 23 September 1956.
Pada tanggal 6 Maret 1959, harian New Yoryk Times melaporkan penemuan tambang Emas oleh belanda di laut Arafura dan pada tahun 1960 Freeport Sulphur menandatangani perjanjian dengan perserikatan perusahaan borneo timur untuk menidirikan tambang tembaga ditimika tanpa menyebut kandungan emas dan uranium.
Berbagai cara dan usaha dilakukan oleh Indonesia untuk mengambil alih wilayah West Papua namun belanda terus menghalangi, bahkan menyatakan bahwa West Papua bagian dari Provinsi Nederlands New Guinea, maka pada tanggal 17 Agustus 1960, Indonesia dan Belanda memutuskan hubungan diplomatiknya dan Indonesia mulai melakukn konfrontasi besar-besaran di West Papua.
Belanda pun mendorong pembentukan Parlemen New Guinea [Nieuw Gunea Raag, sekarang PNWP atau Parlemen Nasional West Papua] pada 5 April 1961, yang kemudian mengumumkan Bendera Bintang Fajar, Lagu Kebangsaan Hai Tanahku Papua, dan mengawasi batas wilayah dengan pasukan sukarelawan Papua/Korps Vrijwilligers Papua (PVK), 21 Februari 1961, dibawa komando WA Van Heuven.
Dengan adanya perkembangan pendidikan dan pembentukan embrio negara West Papua yang didukung oleh Belanda, maka Sukarno semakin marah dan meningkatkan invasi militernya secara besar-besaran melalui Trikora 19 Desember 1961, dan komando Mandala yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto untuk membantai semua tokoh-tokoh dan aktivis rakyat West Papua yang pro Merdeka sendiri, namun pada akhirnya Sukarno juga dibantai oleh Suharto.
Pihak kapitalis Amerika serikat mulai kawatir dengan kekayaan tambang tembaga, emas, dan uranium di West Papua dapat dikuasai oleh kelompok komunis Uni Soviet dan China maka Amerika mengambil alih mediasi dan mendesak Belanda dan Indonesia berunding di New York tanggal 15 Agustus 1962 yang dikenal dengan New York Agreement yang isinya;
- Irian Barat diserahkan kepada UNTEA paling lambat 1 Oktober 1962.
- Pasukan Belanda dipulangkan.
- Mulai tanggal 1 Mei 1963, pemindahan kekuasaan wilayah West Papua kepada Indonesia.
- Tahun 1969, Indonesia wajib melaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA).
Berdasarkan Perjanjian New York 15 Agustus 1962, tersebut maka Hak Dasar Kebebasan dan Kemerdekaan bangsa Papua tidak diakui dan dihapus dari muka bumi sehingga sampai saat ini manusia pribumi West Papua terus diculik, dibunuh dan dimusnahkan dari atas tanah air leluhurnya, tanpa ada belas kasihan maupun nilai kemanusiaan.
Sejarah singkat diatas menjadi latar belankan dan motivasi perjuangan bangsa Papua sampai dengan saat ini masih tetap eksis mempertahankan hak dan martabat sebagai makluk ciptaan Tuhan yang mulia diatas tanah air leluhur West Papua.
Semangat setiap angkatan generasi perjuangan memiliki karakter dan model kepemimpinan yang berbeda-beda sesuai perkembangan sosial-politik setempat namun semua talenta yang ada merupakan potensi yang handal dan kekuatan utama yang dapat dipergunakan dalam satu pergerakan perlawanan bersama untuk mengusir penjajahan bangsa asing atas bangsa Papua.
Persatuan dan kesatuan semua organisasi perjuangan sipil maupun militer West Papua adalah wujud kesadaran sejati yang telah dituangkan melalui Deklarasi Saralana, 04 – 06 Desember 2014, di Port Vila, ibukota Negara Republik Vanuatu, yaitu membentuk organisasi persatuan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), sebagai representase organisasi maupun eksistensi perjuangan rakyat untuk menentukan nasib sendiri/referendum.
Berdasarkan Rekomendasi Kongres Tingkat Tinggi (KTT) Pertama ULMWP, tanggal 27 Novemeber – 03 Desember 2017 di Vanuatu dan juga atas pertolongan Allah Moyang Bangsa Papua, serta dengan adanya kerja sama yang baik dari semua pihak yang terkait, sehingga setiap Pertahanan Militer West Papua dari Sorong – Meroke yang tergabung dalam Komando Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN.PB), Tentara Revolusi West Papua (TRWP), dan Tentara Nasional Papua Barat (TNPB) telah berkoodinasi secara aktif untuk mencari format persatuan strategis dan kemudian menyatakan bersatu dalam satu kesatuan Komando Tentara Papua Barat atau West Papua Army (WPA) melalui Deklarasi 1 Mei 2019, di Markas Besar, Yako, tanah New Guinea.
(Baca ini: 1 Juli 2019, ULMWP Resmi Umumkan Militer)
Oleh sebab itu Pada hari ini, Jumat 1 Mei 2020, merupakan hari Ulang Tahun yang ke-Satu Tentara Papua Barat / West Papua Army (HUT ke-1 WPA), maka pada kesempatan ini kami berkehendak menyatakan Sikap Terbuka kepada Pemerintah Kolonial Indonesia, Belanda, Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa;
- Menggugat dan Menolak Tegas Perjanjian New York, 15 Agustus 1962, tentang Penyerahan Kekuasaan Wilayah West Papua kepada Kolonial Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969, yang adalah Cacat Moral, Cacat Hukum, dan Pelanggaran Hak Dasar Bangsa Papua.
- Menggugat dan Menolak Kehadiran Kolonial Indonesia beserta sistem Undang-undang dan Hukum Negaranya yang secara Ilegal melakukan Exploitasi Sumber Daya Manusia maupun Sumber Daya Alam diatas Tanah Air West Papua.
- Mendesak Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa meninjau, Investigasi dan Advokasi Pelanggaran HAM di atas tanah air West Papua sesuai Resolusi 5 Anggota Negara MSG, Resolusi 18 Negara Anggota Pasifik Island Forum (PIF), dan Resolusi 79 Negara Anggota Afrika, Caribean, Pasifik (ACP).
- Mendukung Diplomasi ULMWP, ditingkat internasional, dan secara khusus untuk menjadi Anggota Penuh MSG, pada tahun 2020.
- Menolak semua Stigma atau Tuduhan dan Rekayasa Kejahatan yang dilakukan oleh TNI/POLRI, bersama OPM.TPNPB Binaan/peliharaannya yang selalu mendiskreditkan atau memanipulasi posisi West Papua Army sebagai Pelaku Pelanggar Hukum Humanitarian Internasional.
- Mendesak Presiden kolonial Indonesia agar segera memberhentikan dan menarik operasi TNI/POLRI dari Tanah Air West Papua, ditengah-tengah situasi dan kondisi masyarakat dalam menghadapi ancaman Coronavirus/Covid 19 yang sedang berkembang.
Demikian pernyataan sikap ini dikeluarkan untuk menjadi perhatian dan maklum bagi semua pihat terkait.
Terima Kasih dan Allah Moyang Papua Memberkati Perjuangan Kita.
“Selamat Ulang Tahun yang Kesatu, West Papua Army – Semoga Panjang Umur dan tetap Merdeka..!!!”
Departemen Pertahanan dan Keamanan ULMWP
M. Qhebe Tabuni
Kepala
Posted by: Admin
Copyright ©ULMWP "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com