“Rencana perusahaan pada saat dimulainya operasi penerbangan tahun depan akan dilakukan di Biak, Provinsi Papua, yang selama ini merupakan salah satu basis utama Merpati,” kata Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Capt Asep Ekanugraha seperti diberitakan Liputan6, pada Minggu kemarin
Namun demikian, Asep menyebutkan bahwa, Saat ini pemerintah, khususnya Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan, serta investor swasta telah menyatakan bahwa MNA perlu dihidupkan kembali mengingat keberadaannya diyakini sangat dibutuhkan untuk mengimbangi maskapai swasta.
“Sudah ada investor swasta yang bersedia menanamkan Rp 6,4 triliun untuk mengoperasikan kembali Merpati, dan saat ini adalah momentum yang tepat untuk perusahaan berkiprah lagi di bisnis penerbangan,” kata Asep yang didampingi Direktur Utama PT Merpati Training Center Taufan Yuniar.
Kami berkeyakinan dan optimis bakal kembali terbang di tahun depan. Semua persiapan, terutama dana operasional, sudah kami dapatkan komitmennya,” kata Asep di Jakarta, Senin (12/11)
Tapi, keputusan Merpati terbang kembali itu akan bergantung dari proses sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dijadwalkan pada, Rabu (14 /11).
“Memang, titik krusialnya, yang di putusan pengadilan terkait kasus utang kami yang akan diputuskan pada Rabu 14 November nanti. Ya, tentu saja kami berharap, Merpati diberi kesempatan untuk beroperasi lagi. Jika demikian, maka kami akan tancap gas, melaksanakan langkah strategis operasional, yang telah kami siapkan, ” pungkas Asep.
(Baca ini: Peserta APEC Parkir Pesawat di Bandara Sentani)
Sementara itu, salah satu dukungan yang diberikan pemerintah antara lain, dengan banyaknya dibangun sejumlah bandar udara di beberapa daerah, serta ditetapkannya 10 destinasi wisata.
Sepuluh destinasi pariwisata yang menjadi prioritas pemerintah adalah Danau Toba (Sumut), Belitung (Babel), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Candi Borobudur (Jateng), Gunung Bromo (Jatim), Mandalika Lombok (NTB), Pulau Komodo (NTT), Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Morotai (Maluku Utara).
Perusahaan nantinya dalam mengoperasikan penerbangan, kata Asep, tidak menggunakan pesawat Boeing atau Airbus tapi akan menggunakan pesawat produksi Rusia.
“Tapi pesawat yang kami gunakan adalah buatan Rusia dan bukan yang pernah kecelakaan di Gunung Salak,” katanya tanpa mau menyebut jenis pesawat dimaksud.
Dikatakan pula, pihaknya dalam mengoperasikan MNA tahun depan tidak akan bermain di segmen maskapai penerbangan bertarif rendah (LCC).
Selain akan lebih menyasar penerbangan di wilayah Indonesia timur, pihaknya juga akan melakukan penerbangan ke wilayah Indonesia barat yang dinilai sangat potensial juga memungkinkan ke luar negeri.
“Kami sudah belajar dari kejatuhan perusahaan dan saatnya menatap ke depan yang lebih baik. Apalagi selain pemerintah dan investor swasta yang mendukung, sudah banyak perusahaan asuransi yang ikut mendorong beroperasinya MNA lagi,” kata Asep.
Saat inipun struktur organisasi baru PT MNA (Persero) juga sudah selesai disusun dan pihak investor swasta menyatakan tidak minta jatah untuk duduk di struktur.
“Investor hanya mau agar dana yang sudah ditanam bisa digunakan sebaik-baiknya, sehingga perusahaan bisa meraup laba seperti yang diharapkan,” katanya.
(Lihat ini: Lulus Pendidikan, 50 Pilot Asli Papua Masih Jadi Pengangguran)
Bagi pemerintah, bila MNA beroperasi lagi maka akan memiliki dampak positif. Selain akan menambah penerimaan pajak, juga akan menyerap banyak tenaga kerja apalagi saat ini banyak pilot yang menganggur. Sementara masyarakat akan memiliki banyak pilihan untuk terbang ke beberapa daerah. (Liputan6/red/004)
Copyright ©Oasepapua "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com