Marga Mahuze Segel Lokasi Pembangunan Pabrik Sawit di Muting

Marga Mahuze Segel Lokasi Pembangunan Pabrik Sawit di Muting
Seorang warga sedang mengikat janur di lahan yang disiapkan untuk pembangunan pabrik kelapa sawit oleh PT BIA.
Merauke -- MAJELIS Rakyat Papua (MRP) langsung bergerak. Jhon Wob, anggota MRP perwakilan yang Agama itu langsung mendatangi lokasi pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit di Muting, Senin (27/8/2018).

Kedatangannya itu, setelah MRP menerima surat pengaduan dari Marga Mahuze di Distrik Muting yang ditandatangani Yohanes Jefri Mahuze.

Kehadirannya untuk berpartisipasi dan sebagai aksi dukungan lembaga perwakilan masyarakat asli Papua kepada marga Mahuze yang akan menyegel lahan yang dipersiapkan PT BIA Inti Agrindo untuk membangun pabrik pengolahan minyak kelapa sawit.

“Merujuk pada surat pengaduan dimaksud, saya diberikan tanggungjawab menuju ke Distrik Muting sebelum aksi pemalangan dilakukan,” kata Wob saat dihubungi melalui telepon seluler, Selasa 28 Agustus 2018.

Lanjut Jhon Wob, dengan kapasitas yang dimiliki serta maklumat MRP tahun 2016 yang isinya selamatkan manusia dan tanah Papua, wajib hukumnya MRP bersama (melindungi) masyarakat sebagai pemilik negeri ini.

Dikatakan, rencana penyegelan pun direalisasikan kemarin dengan melakukan ritual adat terlebih dahulu di lokasi yang sedianya dijadikan pembangunan pabrik. “Saya juga bersama-sama mereka mengikuti beberapa prosesi ritual adat terlebih dahulu,” katanya.

Awalnya, lokasi tersebut adalah hutan sagu. Namun kini telah dilakukan pembersihan untuk pembangunan pabrik oleh perusahaan tersebut.

Lokasi pabrik, jelas dia, berada di kepala (hulu) Kali Kouw-Muting. Sedianya setelah pabrik dibangun dan beroperasi, limbahnya akan dibuang melalui Kali Kouw yang merupakan salah satu sumber air bagi masyarakat serta tempat hidup ikan maupun habitat lain.

“Bagaimana mungkin? Itus sumber air masyarakat untuk kebutuhan minum, juga menjadi tempat mencari ikan bagi masyarakat setempat. Lalu, ketika pabrik dibangun dan limbah dibuang ke arah kali. Airnya akan tercemar,” ujarnya.

(Baca ini: Pemerintah Indonesia Menciptakan Militer (TNI-AD) Sebagai Tuan Tanah di Papua Melalui Proyek Gerbangdutas 2018)

Dijelaskan, lokasi itu sudah selesai dibersihkan dan penancapan tiang-tiang sedang berlangsung. Namun langkah cepat dilakukan masyarakat dengan melakukan penyegelan dan mendesak aktivitas dihentikan dan tak boleh ada pembangunan pabrik.

Langkah yang dilakukan masyarakat setempat menutup lokasi pabrik, lanjut dia, akan ditindaklanjuti MRP. Dia mengaku, Allah menciptakan marga Mahuze dengan totem sagu. Begitu juga Kaize yakni kasuari dan Basik-Basik-dengan totem babi dan sejumlah marga Marind lain. Totem-totem adalah gambaran bahwa Allah baik adanya.

“Kalau kelapa sawit, totemnya apa? Jadi, totem kelapa sawit tak ada untuk tanah dan manusia Papua. Dengan demikian, kedepan yang tak ada hubungan dengan hewan serta tumbuhan, harus dibumihanguskan dari Bumi Papua,” pintanya.

Ditambahkan, dengan berbagai laporan dan data dari masyarakat yang diperoleh, pihaknya akan melaporkan kepada pimpinan dan wajib hukum dilakukan paripurna di lembaga MRP. Sekaligus mendesak kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merauke dan Provinsi Papua serta pusat agar menghentikan semua proyek yang tak menyelamatkan manusia dan tanah Papua.

“Salah satunya adalah kelapa sawit yang tak ada hubungan dengan manusia Papua. Kami akan meminta kepada pemerintah menutup semua perkebunan kelapa sawit termasuk di Muting yang ditangani PT BIA,” pintanya.

Dia mengaku, aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit di Muting mencapai ribuan hektare, telah mematikan berbagai habitat asli di sana termasuk tanaman sagu.

Berbagai kegiatan pembukaan lahan perkebunan yang dijalankan, tak pernah memperhitungkan dengan aturan hukum adat orang Papua. Semua berlangsung secara terstruktur, sistematis dan masif.

“Orang tidak pernah memahami kalau tanah, bumi dan dunia manusia Papua adalah milik marga, bukan milik negara,” tegasnya.

(Simak ini: Program MIFEE di Merauke, John Wob: Saya Pernah Bersurat ke Sekjen PBB)

Dalam kesempatan itu, Jhon Wob menyayangkan para petinggi perusahaan yang tidak bersedia berdialog dengan masyarakat pemilik ulayat sebelum aktivitas penyegelan terjadi. Mereka hanya mengutus perwakilan humas perusahaan yang datang.

Sementara staf PT BIA di Kota Merauke, Lili yang dimintai komentanya, enggan berbicara karena tak mengetahui secara pasti persoalan sesungguhnya.

“Saya tak bisa memberikan komentar kepada rekan-rekan wartawan, karena tak mengetahui persoalan yang terjadi di Muting,” katanya. (*)

(Baca ini: Diskusi Kritis Menyikapi Eksploitasi Alam Papua)


Copyright ©Tabloid JUBI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Subscribe to receive free email updates: