Gerakan 1821, Upaya Menjauhkan Gadget dari Anak-anak!


Malam ini, saya dan istri cukup berhasil menjauhkan ponsel dari Bang Alif, anak kami. Sepulang sekolah hingga beberapa menit sebelum postingan ini saya buat, ponsel saya letakkan di atas televisi   yang jarang sekali dinyalakan   agar tidak bisa dijangkau anak saya. Teronggok rapi di sana, hanya beberapa kali saya buka dan melihat kalau-kalau ada berita yang penting atau apa. 

Mengapa hal ini saya lakukan? 

Begini... 

...beberapa pekan yang lalu, istri saya mengingatkan bahwa pada usia sekarang, perkembangan Bang Alif sedang tinggi-tingginya. Ia banyak belajar dari lingkungan. Merekam apa yang dia lihat, dia dengar, dan dia rasakan. 

Maka bahaya sekali jika pada masa ini, saya sebagai orangtua malah salah memberi teladan kepadanya. Saya menginginkan dia rajin membaca Al Quran dan mengaji, saya malah memperlihatkan sebaliknya, sibuk dengan ponsel dan entah ngapain. 

Saya menginginkan anak saya rajin membaca buku dan tekun belajar, saya malah jarang menyentuh buku dan melahapnya. Ini kan nggak nyambung. Nggak akan bisa terjadi apa yang saya harapkan jika saya tidak memberikan contoh kepada Bang Alif.

Beberapa pekan yang lalu, istri saya berkata, "Abi, kita praktikkan gerakan 1821 yuk!" 

Saya hampir saya menggaruk kepala yang tidak gatal, bingung. "Apa tuh gerakan 1821, Mi? Ayat ke-21 di surah ke-18 dalam Al Quran ya?" saya menebak asal. 

Istri saya menggeleng, "Bukan, Abi!" 

"Lalu?" 

Istri saya kemudian menyodorkan ponselnya, mempersilakan saya membaca penjelasan gerakan tersebut, "Intinya, kita fokus ke Bang Alif dari jam 18.00 WIB hingga 21.00 WIB. Jadi, pas Abi pulang kerja, ponsel simpan dan letakkan di atas televisi atau kulkas. Pokoknya di tempat yang tidak bisa dijangkau oleh Bang Alif deh!"

"Selama tiga jam itu   dari jam enam sampai jam sembilan malam    Jangan main gadget terus. Kita serius dan total nemenin Alif membaca buku, main kuda-kudaan, main bola, atau ngapain aja deh!"

...dan tanpa berpikir lama, saya langsung mengangguk mantap. Oke, siapa takut!

Hari-hari pertama, tentu saja berat. Apalagi di jaman seperti sekarang, ketika banyak aplikasi komunikasi yang ada di ponsel terinstal dengan baik. Sebut saja WhatsApp dan puluhan grupnya yang nggak pernah sepi. Lalu ada BBM dan Line. Belum lagi ada media sosial yang kadang-kadang menarik dan menghibur.

Semuanya menggoda saya untuk segera mengambil ponsel dan membuka beberapa aplikasi yang sebutkan barusan.

Kadang-kadang saya kalah. Segera menggamit ponsel dan membuka WhatsApp atau media sosial. Jika ini dilihat Bang Alif, maka ia serta merta mendekat, meninggalkan mainan dan bukunya, meminta ponsel saya. 

Ia memang gemar sekali melihat poto dan video di sana. 

Hari-hari berikut, saya lebih menguatkan tekat. Pokoknya, ponsel saya jauhkan dari Bang Alif! Dan pelan tapi pasti, saya akhirnya lebih bisa menguasai diri untuk tidak sibuk dengan ponsel ketika ada Alif di samping saya. 

Barusan, saya membaca buku untuk Bang Alif. Juga menghafalkan beberapa ayat dalam kitab suci di depannya. Kami juga saling berkejar-kejaran, main bola dan mobilan, atau apa saja. 

Dari kegiatan barusan, ternyata saya mendapatkan kebahagiaan. Senangnya, ternyata bukan alang kepalang. Melihat ia tersenyum, mencium pipi saya, lalu memeluk itu... 

Ceessss banget dah! Adem! Alhamdulillah... 

Semoga, besok dan malam-malam selanjutnya, saya bisa jauh lebih baik dari malam ini. 

Doakan ya!

Subscribe to receive free email updates: